Indonesia menganut sistem proporsional terbuka.
Proporsional Representasi System(Sistem Proporsional Terbuka) adalah pertimbangan untuk mendorong kandidat bersaing dalam memobilisasi dukungan massa untuk kemenangan mereka. Upaya perekrutan massa dilakukan dengan cara pragmatis, membentuk tim jaringan terluas bertugas memenangkan calon, dan melengkapi mereka dengan sejumlah uang. Network Success Team (Timses) dihadapkan tidak hanya dengan kandidat Times dari partai politik yang berbeda, tetapi juga dari partai politik yang sama.
“Nominal Competition” sangat panas, ketat, dan tidak bisa di sangkal. Namun, pertimbangan kurang empiris menemukan pijakan di tengah-tengah masyarakat, mengingat tingkat kritik dan pendidikan politik yang memadai. Ditambah dampak elit politik dan para kelompok kandidat lebih mudah beradaptasi dengan keadaan yang ada di masyarakat. Akibatnya, praktik politik uang lebih mungkin disebabkan oleh pertimbangan subjektif, yang jauh dari jenis pengaruh eksternal.
Dasar hukum sistem proporsional terbuka ini terdapat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada Pasal 5 Ayat 1 dikatakan dengan tegas bahwa Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Selain itu, Pasal 215 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 juga menjadi pijakan yuridis berlakunya sistem proporsional terbuka. Pasal tersebut berbunyi:
Penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dari Partai Politik Peserta Pemilu didasarkan pada perolehan kursi Partai Politik Peserta Pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak.
b. Dalam hal terdapat dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dengan perolehan suara yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
c. Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh Partai Politik Peserta Pemilu, kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya.
Mengapa Sistem prosporsional terbuka dipilih diterapkan di Indonesia?
Pembahasan sistem proporsional terbuka ataukah tertutup melibatkan banyak aspek dan elemen; Pemerintah, DPR, Parpol, dan masyarakat (ahli, pengamat, dll), namun Parpol memiliki peranan yang tinggi dalam menentukan hal ini. Mengapa proporsional terbuka lebih dipilih? karena secara hitung-hitungan menguntungkan partai. Persaiangan antara caleg lebih terasa meski dalam tubuh parpol yang sama. Tak hanya itu, barter atau "politik uang" untuk kendaraan politik atau sebagai modal partai juga lebih dirasa menguntungkan parpol.
Fenomena semacam ini dapat dianalisis dengan pendekatan William James. Dia mengatakan bahwa organisme manusia bukanlah produk dari kekuatan-kekuatan eksternal yang menguasainya. Sebaliknya, manusia memiliki kepentingan-kepentingan yang terus direalisasikannya, yakni dengan cara menciptakan situasi dan kondisi yang selaras dengan kebutuhan adaptifnya. Artinya, dalam konteks logika ini, parpol memiliki kepentingan pribadi, untuk menentukan sistem proporsional terbuka. Tentu saja, kepentingan parpol adalah kemenangan dan uang, dan situasi yang diadaptasi adalah praktik politik uang sekaligus masyarakat yang menerima dan melanggengkan politik berbiaya tinggi tersebut.
Referensi:
Halim, Abdul. 2014. The impact of proportional open system to political behavior (case study the community Sumenep Madura in an election legislative 2014). Jurnal Humanity, ISSN 0216-8995
William James, Principles of Psychology,vol. 1, (New York: Henry Holt, 1890), h. 402
Tidak ada komentar:
Posting Komentar