Rabu, 20 Mei 2020

Peran Media Sosial dalam Membangun Citra Politik

Citra Politik erat kaitannya dengan proses pemasaran politik yang dilakukan partai/kandidat dalam komunikasi politik.

Sebagaimana kita ketahui, komunikasi politik salah satu tujuannya adalah membangun citra positif bagi khalayak. Citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima, baik secara langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual. Citra politik berkaitan juga dengan pembentukan pendapat umum, karena pada dasarnya pendapat umum terbangun melalui citra politik, sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognitif dari komunikasi politik (Arifin, 2006: 1). Dinyatakan pula oleh Roberts (1977), bahwa komunikasi tidak secara langsung menimbulkan pendapat atau perilaku tertentu, tetapi cenderung mempengaruhi cara khalayak mengorganisasikan citranya tentang lingkungan, dan citra itulah yang mempengaruhi pendapat atau prilaku khalayak (Arifin, 2006:1).

"Citra merupakan kesan, perasaan dan gambaran publik terhadap suatu organisasi atau perusahaan, sehingga citra positif perlu diciptakan dengan sengaja dan dipelihara sepanjang organisasi atau partai itu ingin tetap eksis di tengah-tengah publiknya, karena citra positif adalah aset penting bagi suatu organisasi dalam mempertahankan kehidupannya. Partai, sebagai organisasi politik sangat memerlukan terhadap terciptanya citra positif partai, citra positif dapat ditunjukan melalui penyikapan terhadap berbagai peristiwa politik dengan membawa aspirasi politik yang sesuai dengan tuntutan publik atau konstituennya."

Sementara itu, sikap adalah kecenderungan bertindak , berpersepsi, befikir, dan merasa dalam menghadapi obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi kecenderungan untuk berperilaku dengan cara-cara tertentu. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap menentukan apakan orang harus pro atau kontra terhadap sesuatu, menentukan apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan. Sikap di dalamnya ada aspek evaluatif, artinya bisa menyenangkan atau tidak menyenangkan menyenangkan atau tidak menyenangkan. Sikap ini juga dapat diperteguh atau diubah. Dalam proses komunikasi, orang-orang itu terlibat aktif dalam sikap, motif, opini, maupun ingatan terhadap pengalaman terdahulu. Perubahan sikap dalam berkomunikasi terjadi karena adanya interaksi yang dinamis (Winangsih-Syam, 2009: 110).

Proses pembentukan citra pada akhirnya akan menghasilkan sikap, pendapat, tanggapan atau perilaku tertentu. Untuk mengetahui bagaimana citra suatu organisasi atau perusahaan di benak publiknya dibutuhkan adanya suatu penelitian. Melalui penelitian organisasi atau perusahaan dapat mengetahui secara pasti sikap publik terhadap organisasinya, mengetahu apa yang disukai dan yang tidak disukai oleh publiknya (Soemirat dan Ardianto, 2005: 116).

Pembentukan citra positif organisasi partai yang perlu diketahui pertama kali adalah dengan membaca dan mengamati kecenderungankecenderungan dan keinginan publik atau konstituen, untuk kemudian merumuskan kebijakan-kebijakan yang akan ditempuh untuk menampung aspirasi konstituen. Organisasi partai politik selanjutnya memutuskan untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dalam menentukan sikap politiknya. Pencitraan yang dimaksud dalam konsep penelitian ini untuk menjelaskan tentang upaya-upaya yang dilakukan oleh para ketua umum dalam membangun citra positif partai, dengan harapan akan mendapat simpati dan kepercayaan masyarakat. Pencitraan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh simpati dan kepercayaan publik, sehingga publik memberikan penialaian positif terhadap suatu organisasi atau perusahaan yang muaranya adalah menggaet pembeli atau dalam partai politik adalah menarik pemilih agar memberikan suaranya dalam pemilihan umum.

Politik pemasaran, istilah ini berasal dari pemasaran sektor bisnis yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku masyarakat atau kelompok sasaran dalam situasi yang kompetitif. Kemudian ditransfer ke politik, yang berarti aplikasi pemasaran komersial dalam bidang politik, ini mengarah kepada desain produk yang berorientasi pasar, misalnya politik partai yang sesuai dengan preferensi pemilih. Dari sudut pandang pemasaran, PR adalah bagian dari pemasaran (seperti iklan dll), PR juga berbeda dengan propaganda, propaganda sejak perang dunia ke I khususnya di kalangan Nazi jerman menghasilkan konotasi negatif dari segi konsep. Sejak itu propaganda menunjukan arti parsial, manipulatif, dan bentuk komunikasi persuasif pendusta dan penuh kepura-puraan. Sedangkan PR berusaha menyajikan objektifitas, kejujuran, dan pesan informatif (Kaid & Holtz-Bacha, 2008: 677).

Citra politik berkaitan dengan sosialisasi politik, karena citra politik terbentuk melalui proses pembelajaran politik baik secara langsung maupun melalui pengalaman empirik. Citra politik mencakup beberapa hal, yaitu: (1) seluruh pengetahuan politik seseorang baik benar atau salah; (2) semua preferensi (afeksi) yang melekat kepada tahap tertentu dari peristiwa politik yang menarik: (3) semua pengharapan (konasi) yang dimiliki orang tentang apa yang mungkin terjadi jika ia berprilaku dengan cara berganti-ganti terhadap objek dalam situasi tersebut (Arifin, 2006: 3-4).

Citra politik akan selalu berubah sesuai dengan berubahnya pengetahuan dan pengalaman politik seseorang, serta situasi politik yang selalu berkembang. Sosialisasi politik terbangun melalui proses belajar secara terus-menerus, melalui pengalaman sosialisasi politik, seseorang mengembangkan kepercayaan dan harapan sesuai dengan cita-cita politik yang relevan. Sosialisasi politik dapat mendorong terbentuknya citra politik pada individu, sehingga dapat mendorong seseorang melakukan peranperan partisipasi politik seperti, kampanye, pemilu, kegiatan partai ataupun diskusi politik.

Hubungan Media Sosial dan Citra Politik

Maraknya traffic penggunaan media sosial sudah bukan hal yang baru di Indonesia. Sejak mengalami booming di tahun 2012, keterikatan masyarakat terhadap media sosial semakin meningkat. Media sosial yang awalnya hanya digunakan sebagai media untuk bersosialisasi dengan teman dan kerabat dekat, kini mulai menembus komunikasi antara individu dengan institusi. 

Melihat fenomena ini, partai politik dan kandidat mulai melirik media sosial sebagai suatu alat untuk berinteraksi dengan konstituennya, termasuk untuk mempromosikan produk mereka. Bahkan, menjelang Pemilu Legislatif, Partai Politik mulai gencar membuat akun untuk melakukan kampanye terhadap partai dan caleg mereka.

Kekuatan media sosial untuk mempengaruhi masyarakat didasarkan secara eksklusif pada aspek sosialnya: ini berarti interaksi dan partisipasi.

Media sosial dijadikan sebagai strategi komunikasi politik adalah merupakan relatif baru dan menjadi fenomena hangat hingga kini. Misalnya, yang paling mendapat sorotan, yaitu ketika kampanye politik kandidat presiden Amerika Serikat, Barac Obama dan tim suksesnya pada 2008 menggunakan media baru untuk menyebarkan informasi seputar program dan kegiatan kampanye dalam rangka menggalang simpati dan dukungan masyarakat Amerika pada saat itu. Di Indonesia, penggunaan media sosial sebagai alat komunikasi politik yang paling marak ketika pemilihan presiden Republik Indonesia pada 2014. Maraknya media sosial di dunia maya dalam kampanye Pilpres 2014 berkaitan dengan makin banyaknya pengguna internet di negeri ini.

Salah satu tujuan komunikasi politik adalah membangun citra positif bagi khalayak. Citra politik terbentuk berdasarkan informasi yang diterima khalayak, baik secara langsung maupun melalui media politik, termasuk media massa yang bekerja untuk menyampaikan pesan politik yang umum dan aktual. Citra politik berkaitan juga dengan pembentukan pendapat umum, karena pada dasarnya pendapat umum terbangun melalui citra politik, sedangkan citra politik terwujud sebagai konsekuensi kognitif dari komunikasi politik.


Terlebih, media sosial/ social media atau yang dikenal juga dengan jejaring sosial merupakan bagian dari media baru. Jelas kiranya bahwa muatan interaktif dalam media baru sangatlah tinggi. 


Kehadiran media dengan segala kelebihannya telah menjadi bagian hidup manusia. Perkembangan zaman menghasilkan beragam media, salah satunya media sosial. Media sosial merupakan media di internet yang memungkinkan pengguna untuk mewakilkan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara virtual. Media sosial merupakan media digital tempat realitas sosial terjadi dan ruang-waktu para penggunanya berinteraksi. Nilai-nilai yang ada di masyarakat maupun komunitas juga muncul bisa dalam bentuk yang sama atau berbeda di internet. Pada dasarnya, beberapa ahli yang meneliti internet melihat bahwa media sosial di internet adalah gambaran apa yang terjadi di dunia nyata, seperti plagiarisme (Nasrullah, 2016)

Penggunaan media sosial dalam membentuk citra politik yang positif dinilai tepat dengan memperhatian karakteristik dari media sosial itu sendiri. Media sosial memliki beberapa karakter yang tidak dimiliki oleh beberapa jenis media lainnya. Ada batasan maupun ciri khusus yang hanya dimiliki oleh media social. Berikut beberapa karakteristik media sosial yaitu (Nasrullah, 2016):

  1. Jaringan. Media sosial terbangun dari struktur sosial yang terbentuk dalam jaringan atau internet. Karakter media sosial adalah membentuk jaringan diantara penggunanya sehingga kehadiran media sosial memberikan media bagi pengguna untuk terhubung secara mekanisme teknologi.
  2. Informasi. Informasi menjadi hal yang penting dari media sosial karena dalam media sosial terdapat aktifitas memproduksi konten hingga interaksi yang berdasarkan informasi.
  3. Arsip. Bagi pengguna media sosial arsip merupakan sebuah karakter yang menjelaskan bahwa informasi telah tersimpan dan bisa diakses kapanpun dan melalui perangkat apapun.
  4. Interaksi. Karakter dasar dari media sosial adalah terbentuknya jaringan antar pengguna. Fungsinya tidak sekedar memperluas hubungan pertemanan maupun memperbanyak pengikut di internet. Bentuk sederhana yang terjadi di media sosial dapat berupa memberi komentar dan lain sebagaiannya.
  5. Simulasi Sosial. Media sosial memiliki karakter sebagai media berlangsungnya masyarakat di dunia virtual (maya). Ibarat sebuah Negara, media sosial juga memiliki aturan dan etika bagi para penggunanya. Interaksi yang terjadi di media sosial mampu menggambarkan realitas yang terjadi akan tetapi interaksi yang terjadi adalah simulasi yang terkadang berbeda sama sekali.
  6. Konten oleh pengguna. Karakteristik ini menunjukan bahwa konten dalam media sosial sepenuhnya milik dan juga berdasarkan pengguna maupun pemilik akun. Konten oleh pengguna ini menandakan bahwa di media sosial khalayak tidak hanya memproduksi konten mereka sendiri melainkan juga mengonsumsi konten yang diproduksi oleh pengguna lain.
  7. Penyebaran. Penyebaran adalah karakter lain dari media sosial, tidak hanya menghasilkan dan mengonsumsi konten tetapi juga aktif menyebarkan sekaligus mengembangkan konten oleh penggunanya.

Dengan demikian, citra politik dewasa ini memiliki keterkaitan kuat dengan penggunaan media sosial. Sebab, citra merupakan kesan, perasaan dan gambaran publik terhadap suatu organisasi atau perusahaan, sehingga citra positif perlu diciptakan dengan sengaja dan dipelihara sepanjang organisasi atau partai itu ingin tetap eksis di tengah-tengah publiknya, karena citra positif adalah aset penting bagi suatu organisasi dalam mempertahankan kehidupannya.

Tambahan referensi:
Arifin, Anwar. 2006. Pencitraan dalam Politik: Strategi Pemenagan Pemilu dalam Persefektif Komunikasi Politik. Jakarta: Pustaka Indonesia.
Kaid, Lynda Lee & Christina Holtz-Bacha, 2008. Encyclopedia of Political Communication. Volume 1 & 2. California: SAGE Publication.
Nasrullah, Rulli. 2016. Media Sosial:Perspektif Komunikasi, Budaya, dan. Sosioteknologi. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Syam, Nina Winangsih. 2009. Sosiologi Komunikasi. Bandung: Humaniora

Tidak ada komentar:

Not the Destiny Line