Jumat, 08 Mei 2020

Realitas Berger dan Luckmann

Konstruksi sosial (sosial constructionmerupakan sebuah teori sosiologi kontemporer yang dicetuskan Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Menurut kedua ahli sosiologi tersebut, teori ini dimaksudkan sebagai satu kajian teoretis dan sistematis mengenai sosiologi pengetahuan (penalaran teoretis yang sistematis) dan bukan sebagai suatu tinjauan historis mengenai perkembangan disiplin ilmu. Oleh karena itu, teori ini tidak memokuskan kepada hal-hal semacam tinjauan tokoh, pengaruh dan sejenisnya, tetapi lebih menekankan pada tindakan manusia sebagai aktor yang kreatif dari realitas sosialnya. (Berger dan Luckmann, 1990: 40-41).

Dalam menjelaskan paradigma konstruktivis, realitas sosial merupakan kontruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Individu adalah manusia bebas yang melakukan hubungan antara manusia yang satu dengan manusia lainnya. Individu menjadi penentu dalam dunia sosial yang dikonstruksi berdasarkan kehendaknya. Individu bukanlah korban fakta sosial, namun sebagai mesin produksi sekaligus reproduksi yang kreatif dalam mengkonstruksi dunia sosialnya.

Berger dan Luckman (Bungin, 2008:15) mengatakan terjadi dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi (Tamburaka, 2012:77-78).

  1. Eksternalisasi, adalah proses ketika sebuah produk sosial telah menjadi sebuah bagian penting dalam masyarakat yang setiap saat dibutuhkan dalam individu, maka produk sosial itu menjadi bagian penting dalam kehidupan seseorang untuk melihat dunia luar.
  2. Obyektivasi, merupakan tahapan dimana produk sosial berada pada proses institusionalisasi atau pelembagaan, sedangkan individu memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik dari produsen-produsennya, maupun bagi orang lain sebagai unsur daridunia bersama. Kemampuan ekspresi diri manusia mampu mengadakan obyektivasi (objectivation), artinya ia memanifestasikan diri dalam produk-produk kegiatan manusia yang tersedia, baik bagi produsenprodusennya maupun bagi orang lain sebagai unsur-unsur dari dunia bersama. Obyektivasi itu merupakan isyarat-isyarat yang sedikit banyaknya tahan lama dari proses-proses subyektif para produsennya, sehingga memungkinkan obyektivasi itu dapat dipakai sampai melampaui situasi tatap muka dimana mereka dapat dipahami secara langsung (Peter L. Berger, 1990:47).
  3. Internalisasi, ialah proses pemahaman atau penafsiran langsung dari suatu peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai manifestasi dari proses-proses subjektif orang lain, yang demikian menjadi bermakna subjektif bagi individu itu sendiri.

Realitas merupakan hasil ciptaan manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial terhadap dunia sosial di sekelilingnya. Oleh karena itu perilaku memiliki tujuan dan motivasi. Berger dan Luckmann mengatakan bahwa realitas sosial terdiri dari tiga macam, yaitu realitas objektif, simbolik, dan subjektif.

  1. Realitas objektif terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada di luar diri individu dan realita itu dianggap sebagai suatu kenyataan. Dengan kata lain, realitas objektif adalag realitas yang terbentuk dari pengalaman di dunia objektif yang berada diluar diri individu, dan realitas ini dianggap sebagai kenyataan.
  2. Realitas simbolik merupakan ekspresi simbolik dari realitas objektif dalam berbagai bentuk.
  3. Sedangkan Realitas subjektifadalah realitas yang terbentuk sebagai proses penyerapan kembali realitas objektif dan simbolik ke dalam individu melalui proses internalisasi (Sudikin, 2002: 201-203).

Teori Konstruksi Sosial Berger dan Luckmann yang tertuang dalam buku The Sosial Construc- tion of Reality : A Treatise in Sociology of Knowl- edge (1990) ini merupakan proyek bersama yang dikerjakan oleh beberapa sosilolog dan filsuf yang telah mulai dirintis sejak tahun 1962-1963. Namun, karena alasan tertentu, beberapa filsuf tidak dapat turut serta dalam penulisan buku ini. Buku ini kemudian hanya ditulis oleh dua ahli sosiologi, yaitu Berger dan Luckmann.

Lewat teori konstruksi sosialnya, Berger dan Luckmann menaruh perhatian pada kajian mengenai hubungan antara pemikiran manusia dan konteks sosial tempat pemikiran itu timbul, berkembang dan dilembagakan. Berger dan Luckmann berpandangan bahwa kenyataan itu dibangun secara sosial.

Contohnya adalah konstruksi yang dilakukan media massa.

Sebagaimana diketahui Media massa telah menjadi sumber yang dominan tidak saja bagi individu tetapi juga bagi masyarakat dalam memperoleh gambaran dan citra realitas sosialDalam pandangan konstruksionis media bukan sebagai saluran yang bebas atau netral, tetapi sebagai subjek yang mengkonstruksi realitas, di mana para pekerja media yang terlibat di dalam produksi pesan juga melibatkan pandangan dan keberpihakannya. Oleh karena itu, media massa memiliki ‘realitas’- yang disebut sebagai realitas media yang berbeda dari realitas yang sebenarnya, walaupun realitas media diproduksi sepenuhnya berdasarkan realitas empiris.

Pada prinsipnya, proses konstruksi realitas yakni setiap upaya “menceritakan” (konseptualisasi) sebuah peristiwa, keadaan, atau benda. Karena sifat dan faktanya, bahwa pekerjaan media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka kesibukan utama media masa adalah mengkonstruksikan berbagai realitas yang akan disiarkan. Media menyusun realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian seluruh isi media adalah realitas yang telah dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang bermakna (Hamad, 2004:11)

Media sesungguhnya berada ditengah realitas sosial yang sarat dengan berbagai kepentingan, konflik, dan fakta yang kompleks dan beragam (Sobur, 2012:29-30). Media bisa menjadi alat untuk membangun kultur dan ideologi dominan bagi kepentingan kelas dominan, sekaligus juga bisa menjadi instrumen perjuangan bagi kaum tertindas untuk membangun kultur dan ideologi tandingan (Sobur, 2012:30).

Misalnya saja dalam pembuatan berita, media massa akan memframing suatu isu, sehingga proses internalisasi tidak hanya melibatkan jurnalis di lapangan yang meliput tetapi keseluruhan realitas yang di konstruk oleh media massa itu sendiri.

Dalam kaitannya dengan konstruksi sosial seperti yang digunakan, saya  berasumsi bahwa ideologi seseorang terbentuk melalui proses konstruksi yang cukup panjang. Tidak hanya eksternalisasi, namun juga objektivasi dan internalisasi. Dalam hal ini daya percaya bahwa ideologi yang tercermin dalam suatu karya atau dalam hal ini sebagai produk sebuah jurnalistik sebagai realitas simbolik, dapat diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan sekitar atau masyarakat sebagai realitas empirik, termasuk juga ideoloogi atau kepentingan pemilik media misalnya.


Tidak ada komentar:

Not the Destiny Line