Jumat, 08 Mei 2020

Konsep Pemilih Tradisional & Pemetaan Bagaimana Pemilih Tradisional di Indonesia dan mengaitkan dengan Pemilu saat ini


  • Perilaku Pemilih

Perilaku pemilih dalam pemilu merupakan salah satu bentuk perilaku politik. Samuel P. Hutington (1990:16) berpendapat bahwa perilaku pemilih dan partisipasi politik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Partisipasi politikdapat terwujud dalam berbagai bentuk. Salah satu wujud dari partisipasi politik ialah kegiatan pemilihan yang mencakup “suara, sumbangan-sumbangan untuk kampanye, bekerja dalam suatu pemilihan, mencari dukungan bagi seorang calon atau setiap tindakan yang bertujuan untuk mempengaruhi hasil proses pemilihan. Menurut Mahendra (2005:75), perilaku pemilih adalah tindakan seseorang ikut serta dalam memilih orang, partai politik ataupun isu publik tertentu. 4 Sementara perilaku pemilih menurut Ramlan Surbakti (dalam Efriza 2012:480) adalah “Aktivitas pemberian suara oleh individu yang berkaitan erat dengan kegiatan pengambilan keputusan untuk memilih dan tidak memilih (to vote or not to vote) di dalam suatu pemilu maka voters akan memilih atau mendukung kandidat tertentu”.

  • Pemilih Tradisional

Menurut Firmanzah (2007:134), perilaku pemilih diklasifikasikan dalam empat jenis. Adapun empat jenis perilaku pemilih tersebut salah satunya adalah pemilh tradisional. Pemilih dalam jenis ini memiliki orientasi yang sangat tinggi dan tidak terlalu melihat kebijakan partai politik atau seorang kontestan sebagai sesuatu yang penting dalam pengambulan keputusan. Pemilih tradisional sangat mengutamakan kedekatan sosial-budayanya, nilai, asal-usul, faham, dan agama sebagai ukuran untuk memilih suatu partai politik. Kebijakan semisal ekonomi, kesejahteraan, pemerataan pendapatan dan pendidikan, serta pembangunan dianggap sebagai parameter kedua. Biasanya pemilih jenis ini lebih mengutamakan figur dan kepribadian pemimpin, mitos dan nilai historis sebuah partai politik atau seorang kontestan. Salah satu karakteristik mendasar jenis pemilih ini adalah tingkat pendidikan yang rendah dan sangat konservatif dalam memegang nilai serta faham yang dianut. Pemilih tradisional juga memiliki loyalitas yang tinggi. Mereka menganggap apa saja dikatakan seorang kontestan pemilu atau kandidat merupakan sebuah kebenaran yang tidak bisa ditawar lagi.

Menurut Robert Rohrscheneider dalam The Strain of Representation (2002: 150) menyampaikan bahwa pemilih tradisional adalah yang paling mudah dimobilisasi selama periode kampanye. Loyalitas begitu tinggi, apa saja yang dikatakan oleh pemimpin kelompok adalah sabda yang tidak akan pernah terlihat salah atau keliru. Dalam beberapa tahapan, jenis pemilih ini bisa menjadi sangat berbahaya karena menjadi “pasukan” yang rela untuk melakukan apapun yang dikatakan oleh pemimpinnya. 

Di Indonesia sendiri keberadaan pemilih tradisional masih relatif tinggi, hal ini dibuktikan dengan sejumlah survey yang telah dilakukan berbagai lembaga survey pada saat Pemilu maupun Pilkada, contohnya adalah sebagai berikut:

  1. Pada Oktober 2018 litbang Kompas menemukan bahwa elektabilitas JokowiMa'ruf sebanyak 52,6% sedangkan Prabowo-Sandi 32,7% dengan selisih 19,9% dan sebanyak 14,7% masih merahasiakan pilihannya. Namun pada survei April 2019 ditemukan bahwa Jokowi-Ma'ruf mendapat perolehan suara 49,2%, 25 Vol. XI, No.08/II/Puslit/April/2019 sedangkan Prabowo-Sandi 37,4% dengan jarak elektabilitas hanya selisih 11,8% dan sebanyak 13,4% masih merahasiakan pilihannya. Dengan demikian elektabilitas Jokowi- Ma'ruf turun sebanyak 3,4%, sedangkan elektabilitas Prabowo-Sandi naik sebanyak 4,7% (kompas.com, 20 Maret 2019).  Demikian pula dalam temuan survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC). Pada Januari 2019 paslon Jokowi-Ma'ruf memperoleh dukungan sebesar 54,9% dan pada Februari 2019 elektabilitas paslon tersebut naik menjadi sebesar 57,6%. Namun pada April 2019 elektabilitas Jokowi-Ma'ruf turun menjadi 56,8%. Keadaan ini terjadi karena keberadaan masyarakat yang percaya bahwa Jokowi merupakan kaki tangan China meningkat dari 10% menjadi 13%, jumlah masyarakat yang percaya bahwa Jokowi adalah PKI sebesar 6% dan jumlah masyarakat yang percaya bahwa Jokowi anti Islam juga sebesar 6% (liputan6.com, 12 April 2019).
  2. Dalam peta pemilihan DKI Jakarta pada Pilkada tahun 2017, survei yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) periode 31 Maret-5 April 2017, menunjukkan ada tiga alasan terbesar yang membuat pemilih menentukan pilihannya pada Pilkada DKI Jakarta 2017 kali ini. Di posisi puncak, ada 20 persen pemilih yang memilih berdasarkan bukti yang nyata dari hasil kerja calon yang ada. Di posisi kedua, ada faktor pertimbangan kesamaan agama (16,7 persen), dan di posisi ketiga pemilih yang menimbang pengalaman cagub di pemerintahan (16,5 persen). Dari hasil tersebut, bisa dilihat bahwa pemilih dengan orientasi kebijakan jumlahnya hanya sedikit lebih besar di atas pemilih berbasis ideologi yang menentukan pilihannya berdasarkan faktor kesamaan agama. Pemilih berdasar kesamaan agama ini jumlahnya beda tipis dengan pemilih berorientasi rekam-jejak kandidat.

Dari contoh di atas, dapat dilihat bahwa masyarakat Indonesia masih kental dengan unsur-unsur tradisional dalam menentukan pilihannya, tak heran jika isu agama, ras, politisasi SARA seolah masih menjadi dagangan yang laku tiap helatan pesta demokrasi.

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi persepsi masyarakat antara lain: pelaku persepsi, target atau objek persepsi, dan situasi. Tiga faktor yang sudah disebutkan merupakan faktor-faktor eksternal yang dapat mempengaruhi perilaku memilih masyarakat, selain faktor eksternal yang dijelaskan diatas terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi perilaku memilih masyarakat yaitu faktor internal yaitu kedekatan emosional. Faktor internal sering kita jumpai digunakan oleh masyarakat yang cenderung memiliki tipologi pemilih tradisional, hal itu dikarenakan pemilih tradisional lebih mementingkan kedekatan emosional dibandingkan yang lainnya.

Referensi:

- Efriza, (2012). Political Explore. Bandung: Alfabeta

- Firmanzah. 2008. Marketing Politik : Antara Pemahaman dan Realitas. Jakarta : Penerbit Yayasan Obor Indonesia

- Huntington, S.P & Nelson, J.M. 1977. No Easy Choice : Political Participation in Developing Countries. Cambridge : Harvard University Press.

- Khadafi, Ahmad. (2019). Termasuk Pemilih Apakah Anda?. Dimuat dalam https://tirto.id/termasuk-pemilih-macam-apakah-anda-dalam-pilkada-cmWj diakses pada Selasa (14/04/2020), pukul 19.31 WIB.

- Mahendra, Oka. 2005. Pilkada Di Tengah Konflik Horizontal. Millenium Publisher. Jakarta.

- Sanur, Debora, (2019). Hasil Survei Elektabilitas dan Swing Voters dalam Pemilihan Presiden 2019. Jakarta: Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI, Vol. XI, No.08/II/Puslit/April/2019.

Tidak ada komentar:

Not the Destiny Line