Jumat, 08 Mei 2020

Analisis Framing Model Entman

Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain. Entman melihat framing dalam dua dimensi besar. Seleksi isu dan penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas atau isu. Penonjolan adalah proses membuat informasi menjadi lebih bermakna, lebih menarik, berarti, atau lebih diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami suatu realitas.

Entman menawarkan sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication text. Entman menunjukan bahwa framing pada dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi dan rekomendasi dalam suatu berita untuk menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa. Untuk mengetahui framing yang dilakukan media, Entman dapat menggambarkan bagaimana sebuah peristiwa dimaknai oleh wartawan. Entman membagi framing ke dalam empat eleman sebagai berikut:

1.  Define Problems (Pendefinisian masalah)

Elemen ini merupakan bingkai utama yang menekankan bagaimana peristiwa dimaknai secara berbeda oleh wartawan, maka dari itu setiap wartawan memiliki prespektif berbeda.

2.  Diagnose cause (Memperkirakan penyebab masalah),

Elemen ini digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Elemen ini bisa berupa (what) dan (who). Artinya bagaimana peristiwa itu dipahami tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Maka dari itu, masalah yang dipahami secara berbeda, maka penyebab masalahnya akan dipahami berbeda juga. Oleh karena itu, pendefinisian sumber masalah ini menjlaskan siapa yang dianggap sebagai pelaku dan siapa yang menjadi korbannya.

Elemen kedua ini merupakan elemen framing yang digunakan untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh sebab itu, masalah yang dipahami secara berbeda, maka penyebab masalahnya akan dipahami secara berbeda pula. Dengan kata lain, pendefinisian sumber masalah ini menjelaskan siapa yang dianggap sebagai pelaku dan siapa yang menjadi korban dalam kasus tersebut.

Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Setelah masalah didefinisikan dan penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan denga sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.

3. Treatment recommendation(menekankan penyelesaian)

Elemen ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah. Elemen keempat ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.

4.  Make moral Judgement (Membuat keputusan moral)

Elemen ini merujuk pada nilai moral apa yang dipakai untuk melegitimasi suatu tindakan dalam peristiwa tersebut dengan mengedepankan nilai molar maka, elemen ini digunakan untuk membenarkan dan memberikan penilaian atas peristiwa yang terjadi. Keempat, Treatment recommendation (Menekankan penyelesaian), Elemen ini dogunakan untuk menilai apakah yang akan dipilih wartawan untuk menyelesikan masalah. Penyelesaian ini sangat tergantung bagaimana peristiwa dapat dilihat dan siapa yang dipandang sebagai penyebab masalah.

Berdasarkan konsep dari Robert N. Entman peristiwa atau realitas diseleksi oleh media dan juga menonjolkan aspek-aspek tertentu untuk dapat dimaknai dan dimengerti oleh khalayak.

Contoh:

Konstruksi Realitas Dan Media Massa (Analisis Framing PemberitaanLGBT Di Republika dengan Model Robert N. Entman) 

Strukur Framing Republika Menggunakan Model Robert N. Entman tentang Pemberitaan LGBT

Majelis Agama-Agama Tegaskan Tolak Perilaku LGBT (Wulandhari, Majelis Agama-Agama Tegaskan Tolak Perilaku LGBT. Republika. 2016, hlm 1).

Define Problems: Majelis agama menyatakan penolakan tehadap perilakuperilaku Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT). Dalam hal ini majelis agama memandang bahwa aktivitas LGBT merupakan kelainan dan penyimpanagn seksual. Berikut kutipannya :

“Majelis-majelis agama yang terdiri dari Islam, Katholik, Budha dan Konghucu menyatakan penolakan terhadap perilaku LGBT.”

Berdasarkan penyusunan berita, wartawan berupaya untuk meyakinkan masyarakat bahwa dalam agama sangat jelas bahwa LGBT dilarang. Isi dari berita ini pun menyampaikan bahwa para majelis agama lewat perwakilan masing-masing tokoh agama menyampaikan bahwa para tokoh agama Islam, Katholik, Buda, dan Konghucu menyatakan secara tegas terhadap adanya LGBT dan pernikahan sesama jenis di Indonesia.

Diagnose Cause: Republika memandang bahwa aktivitas LGBT bertentangan dengan pancasila dan juga melanggar undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, berikut kutipannya:

“Para majelis agama memandang aktivitas LGBT bertentangan dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1 serta UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.”

Make Moral Judgement: Para mejelis agama menyatakanakan akan mendesak pemerintah untuk melarang segala macam dukungan diperuntukkan bagi promosi dan sosialisasi terhadap LGBT dalam bentuk apapun. Berikut kutipannya:

“Untuk itu, para majelis agama menolak segala propaganda, dukungan dan promosi terhadap upaya legalisasi dan perkembangan LGBT di Indonesia.”

Treatment Recommendation: Para majelis agama meminta pemerintah untuk selalu mewaspadai gerakan yang berdalih Hak Asasi Manusia dan demokrasi dalam mendukung LGBT. Serta majelis agama menghimbau agar semua orang melihat bahwa kaum LGBT perlu dilindungi dari tindakan deskriminasi. Maka dari itu kaum LGBT sebaliknya dilindungi agar merasakan hidup normal. Berikut kutipannya:

“Majelis agama meminta pemerintah untuk mewaspadai gerakan atau intervensi pihak manapun yang berdalih Hak Asasi Manusia (HAM) dan demokrasi untuk mendukung LGBT. kendati demikian majelsi agama menghimbau agar semua pihak dapat melihat pelaku LGBT sebagai warga Indoemsia yang perlu dilindungi dari tindakan kekerasan."

Pendekatan Framing model Robert N. Entman pemberitaan “Majelis Agama-Agama Tegaskan Tolak Perilaku LGBT“ menunjukan bahwa arah pemberitaan Republika dalam berita tersebut melalui perwakilan masing-masing tokoh agama menyampaikan bahwa para tokoh agama Islam, Katholik, Budha, dan Konghucu menyatakan secara tegas terhadap adanya LGBT dan pernikahan sesama jenis di Indonesia. Hal tersebut ditolak secara tegas karena pelaku LGBT bertentangan dengan pancasila dan juga melanggar undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Dari pernyataan ini dapat diinterpretasikan bahwa Republika mengemas isi berita sesuai dengan fakta yang sebenarnya bahwa Majelis Agama secara tegas menolak pelaku LGBT, baik dalam agama Islam, Katholik, Budha dan Konghucu tidak ada ajaran mengenai LGBT. Saluran informasi media juga menentukan peristiwa mana yang harus diliput oleh wartawan kemudian dari sisi mana wartawan harus melihat peristiwa tersebut. Pemilihan fakta yang terjadi di lapangan yang kemudian dikemas oleh media memiliki alasan kepentingan politik dan ideologi. Hal ini menanadakan bahwa media bukanlah saluran yang bebas, media merupakan subjek yang mengkontruksi atas realitas lengkap dengan pandangan, bias dan pemihaknya.

Tidak ada komentar:

Not the Destiny Line