Rabu, 04 November 2020

Asumsi-asumsi beberapa teori pengembangan hubungan sebagai dasar perumusan strategi hubungan antarpribadi.

Untuk merumuskan strategi perubahan maka logika teoritis dari beberapa teori dalam cakupan hubungan antarpribadi berikut ini dapat dijadikan pertimbangan atau bahan dasar untuk disesuiakan dengan tujuan komunikasi yang kita lakukan, baik dari teori-teori umum maupun dari teori-teori kontekstual berikut ini. Ada beberapa yang masuk dalam kategori Teori Umum (General Theory), sebagai berikut:

a. Teori-Teori Fungsional dan Struktural
Ciri dari jenis teori ini (meskipun istilah fungsional dan structural barangkali tidak tepat) adalah adanya kepercayaan atau pandangan tentang berfungsinya secara nyata struktur yang berada diluar diri pengamat.

Meskipun pendekata fungsional dan structural ini seringkali dikombinasikan,namun masing-masing mempunyai titik penekanan yang berbeda. Pendekatan strukturalisme yang berasal dari linguistik,menekankan pengkajiannya pada hal-hal yang menyangkut pengorganisasian bahasa dan sistem sosial. Pendekatan fungsional yang berasal dari biologi,menekankan pengkajiannya tentang cara-cara mengorganisasikan dan mempertahankan sistem.

Kedua pendekatan ini juga memiliki beberapa persamaan karakteristik sebagai berikut:
1. Baik pendekatan strukturalisme ataupun pendekatan fungsionalisme,dua-duanya sama-sama lebih mementingkan synchrony (stabilitas dalam kurun waktu tertentu) daripada diachrony (perubahan dalam kurun waktu tertentu).

2. Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kecenderungan memusatkan perhatiannya pada “akibat-akibat yang tidak diinginkan” (unintended consequences) daripada hasil-hasil yang sesuai tujuan.

3. Kedua pendekatan sama-sama mempunyai kepercayaan bahwa realitas itu pada dasarnya objektif dan independent (bebas)

4. Pendekatan Strukturalisme dan fungsionalisme juga sama-sama bersifat dualistis karena kedua-duanya memisahkan bahasa dan lambang dari pemikiran-pemikiran dan objek-objek yang disimbolkan dalam komunikasi.

5. Kedua pendekatan juga sama-sama memegang prinsip the correspondence theory of truth (teori kebenaran yang sesuai).

b. Teori-Teori Behavioral dan Cognitive
Sebagaimana halnya dengan teori-teori strukturalis dan fungsional,teori-teori behavioral, dan kognitif juga merupakan gabungan dari dua tradisi yang berbeda. Asumsinya tentang hakikat dan cara menentukan pengetahuan juga sama dengan aliran strukturalis dan fungsional. Perbedaan utama antara aliran behavioral dan kognitif dengan aliran strukturalis dan fungsional hanyalah terletak pada focus pengamatan serta sejarahnya. Salah satu konsep pemikiran yang terkenal adalah tentang model “S-R” (stimulus-response) yang menggambarkan proses informasi antara “stimulus” (rangsangan) dan “respons” (tanggapan). Teori-teori behavioral dan cognitive juga mengutamakan “variable-analytic”. Analisis ini pada dasarnya merupakan upaya mengidentifikasikan variable-variabel kognitif yang dianggap penting, serta mencari hubungan korelasi di antara variable.

Komunikasi menurut pandangan ini,dianggap sebagai manifestasi dari tingkah laku,proses berfikir,dan fungsi “bio-neural” dari individu. Oleh karenanya, variable-variable penentu yang memegang peranan penting terhadap sarana kognisi seseorang biasanya berada diluar control dan kesadaran orang tersebut.

c. Teori-teori Konvensional dan Interaksional
Teori-teori ini berpandangan bahwa kehidupan sosial merupakan suatu proses interaksi yang membangun,memelihara serta mengubah kebiasaan-kebiasaan tertentu,termaksud dalam hal ini bahasa dan simbol-simbol. Komunikasi,menurut teori ini,dianggap sebagai alat perekat masyarakat (the glue of society). Kelompok teori ini berkembang dari aliran pendekatan “interaksionisme simbolis” (symbolic interactionism) sosiologi dan filsafat bahasa ordiner.

Teori interaksional dan Konvensional melihat struktur sosial sebagai produk dari interaksi yang memfokuskan tentang bahasa dipergunakan untuk membentuk struktur sosial, serta bahasa dan simbol-simbol lainnya direproduksi, dipelihara serta diubah dalam penggunaannya.

Menurut teori-teori interaksional dan konvensional,makna pada dasarnya merupakan kebiasaan-kebiasaan yang diperoleh melalui interaksi. Oleh karena itu, makna dapat berubah dari waktu ke waktu, dari konteks ke konteks, serta dari satu kelompok sosial ke kelompok lainnya. 

d. Teori-teori Kritis dan Interpretif
Kelompok teori yang keempat adalah kelompok teori-teori kritis dan interpretif. Gagasan-gagasannya banyak berasal dari berbagai tradisi, seperti sosiologi interpretif (interpretive sociology), pemikiran Max Weber phenomenology dan hermeneutics, Marxisme dan aliran “Frankfurt School”, serta berbagai pendekatan tekstual, seperti teori-teori retrorika, “biblical” dan kesusastraan. Pendekatan kelompok teori ini terutama sekali populer di negara-negara Eropa.

Terdapat dua karakteristik umum. Pertama, penekanan terhadap peran subjektivitas yang didasarkan pada pengalaman individual. Kedua, makna atau “meaning” merupakan konsep kunci dalam teori-teori ini. Dengan memahami makna dari suatu pengalaman, seseorang akan menjadi sadar akan kehidupan dirinya.

Terdapat perbedaan mendasar antara teori interpretif dan teori kritis dalam hal pendekatannya. Pendekatan interpretif cenderung menghindarkan sifat-sifat preskriptif dan keputusan-keputusan absolut tentang fenomena yang diamati. Pengamatan (observations) menurut teori interpretif hanyalah sesuatu yang bersifat tentatif dan relatif. Sementara teori kritis (critical theories) lazimnya cenderung menggunakan keputusan-keputusan yang absolut, preskriptif, dan juga polotis sifatnya.

Bagaimana Hubungan Critical Theory dalam Hubungan Internasional? - Hubungan Internasional - Dictio Community
Berikut, terdapat beberapa yang masuk dalam kategori Teori Kontekstual. Berdasarkan konteks atau tingkatan analisisnya, teori-teori komunikasi secara umum dapat dibagi menjadi 5 konteks atau tingkatan sebagai berikut : a. Intrapersonal communication (komunikasi intrapribadi), b. Interpersonal communication, c. Group Communication (komunikasi kelompok), d. Organizational communication (komunikasi organisasi), dan e. Mass communication (komunikasi kelompok).

a. Komunikasi di Dalam Diri Sendiri (Intrapersonal Communication)

Beberapa pakar membagi komunikasi pribadi menjadi dua, yaitu: (1) Komunikasi yang dilakukan seseorang tanpa orang lain atau komunikasi dengan diri sendiri; dan (2) Komunikasi yang dilakukan dengan orang lain. Secara bergantian bila yang satu memosisikan diri sebagai pengirim pesan (komunikator), maka yang satu menjadi penerima pesan (komunikan). Komunikasi Intrapribadi disebut komunikasi dengan dirinya sendiri, karena manusia dianggap sebagai makhluk rohaniah yang memiliki kemampuan merefleksikan diri sendiri. Kita dapat membuat pemisahan antara kita sebagai subjek dan objek (Hardjana,2003: 47).

Berikut beberapa pengertian (definisi) tentang komunikasi intrapribadi yang telah dirumuskan para ahli.

Dalam pandangan Jalaludin Rakhmat (2001) menyatakan bahwa jika dilihat dari segi psikologi koounikasi maka yang dimaksud dengan komunikasi intrapersonal adalah proses pengolahan informasi yang meliputi sensasi,persepsi,memori,dan berpikir. Namun Judy Pearson dan Paul Nelson (2011) mendefinisikan komunikasi intrapersonal sebagai proses menggunakan pesan untuk menghasilkan makna didalam diri. Sedangkan Ronald B. Adler dan George Rodman (2006) mendefinisikan komunikasi intrapersonal sebagai komunikasi dengan diri sendiri.

b. Komunikasi Intrapersonal sebagai Soft Skill
Secara umum soft skill dimaknai sebagai keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skils) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan untuk kerja secara maksimal. Donna R Vocate membedakan antara keterampilan komunikasi intrapersonal yang disebut bicara sendiri (self talk) dan bicara dibatin (inner speech). Seseorang acap kali terlihat bicara sendiri. Ada 2 kemungkinan orang berbicara sendiri ; pertama, hanya sebagai katarsis atau kesumpekan yang menyumbat ekspresinya. Bentuk katarsisnya adalah dikeluarkan dari mulutnya tanpa maksud untuk menangkap pesan dari mulutnya. Kedua, berbicara sendiri dengan maksud untuk didengar telinganya sendiri. Ia meminjam telinganya untuk menangkap pesan dari mulutnya. Selanjutnya saraf pendengaran mengirimkan pesan ke syaraf sensorik untuk decoding (dirumuskan) lebih lanjut.

Ada beberapa cara untuk meningkatkan kemampuan komunikasi intrapersonal. Hardjana (2003:51-77) menyebutkan beberapa cara dimaksud, yakni: 1). Bermeditasi. 2). Mendengarkan hati nurani. 3). Mendayagunakan kehendak bebas. 4). Mendayagunakan daya imajinasi kreatif. 5). Mendayagunakan buku harian

Komunikasi intrapersonal sebagai skill membutuhkan latihan yang terarah. Hubungan antara subjek dan objek dalam satu pribadi membutuhkan kepiawaian dalam mengelola. Apa yang direkomendasikan oleh Hardjana untuk meningkatkan kemampuan interpersonal di atas cenderung dalam konteks membayangkan objel untuk dimainkan dalam pikiran. Karena itu meningkatkan kemampuan intrapersonal dalam membangun isi pesan berkaitan dengan pengalaman dan acuan.

Model komunikasi linier yang dibuat Wilbur Schramm (1954) menunjukkan wilayah pengalaman (field of experience) dan kerangka refrensi (frame of reference). Seseorang hanya bisa meng-encode pesan bila sebelumnya pernah berhubungan secara langsung dengan objek empiriknya. Semakin empiris objek dikenali semakin lebih representatif dalam penggambarannya. Cara agar membuat komunikasi intrapersonal bermanfaat.

a. Subjek-subjek dalam komunikasi intrapersonal harus berani mengeluarkan stimulus yang cenderung mengajak pikiran berprasangka buruk.

b. Subjek-subjek dalam komunikasi intrapersonal harus berani menuju ruang kompromi dalam memaknai stimulus.sehingga makna yang disepakati adalah makna yang bergerak dari titik ekstrem kiri dan kanan menuju tengah.

c. Makna-makna yang terajut perlu didokumentasikan supaya bisa dicek kembali pada waktu yang berbeda.

Tidak ada komentar:

Not the Destiny Line