Meningkatkan Komunikasi Dalam Organisasi
Para manajer yang berusaha keras untuk menjadi komunikator yang lebih baik mempunyai dua tugas yang terpisah yang harus mereka pisahkan, yakni :
a. Mereka harus meningkatkan pesan mereka, informasi yang harus mereka sampaikan.
b. Mereka harus berusaha meningkatkan pengertian mereka sendiri mengenai apa yang ingin dikomunikasikan oleh orang lain kepada mereka. Ini berarti para manajer harus menjadi pembuat sandi dan pengurai sandi yang lebih baik.
c. Mereka harus berusaha keras tidak hanya untuk dimengerti tetapi juga untuk mengerti.
Tehnik yang akan dibahas di bawah ini akan membantu seorang manajer dalam pelaksanaan tiga tugas tersebut di atas, sebagai berikut :
1. Mengadakan Tindak Lanjut (following Up).
Tehnik ini dilakukan dengan menganggap pesan anda tidak dimengerti atau salah dimengerti dan, sedapat mungkin anda berusaha menentukan apakah maksud yang diinginkan itu benar-benar ditangkap.
2. Mengatur Arus Informasi (Regulating Information Flow).
Tehnik ini meliputi pengaturan komunikasi untuk menjamin arus informasi yang optimum kepada para manajer, dengan demikian menyingkirkan hambatan “beban komunbikasi yang terlalu berat”.
3. Memanfaatkan Umpan Balik (Utilizing Feedback).
Umpan balik (feed back) tewlah dikenal sebagai unsure penting dalam komunikasi timbal balik yang efektif. Umpan balik memerikan saluran lagi tanggapan penerima yang memungkinkan komunikator untuk menentukan apakah pesannya telah diterima dan apakah hasil tanggapan yang dimaksud.
4. Penghayatan (Empathy).
Empati lebih berorientasi pada penerima dari pada berorientasi pada komunikator. Bentuk komunikasi manusiawi sebagian besar harus tergantung dari apa yang diketahui tentang penerima, dan atau kemampuan komunikator menempatkan diri dalam diri penerima pesan. Ini salah satu kunci komunikasi yang efektif.
5. Pengulangan (Repetition).
Pengulangan merupakan prinsip belajar yang telah diterima umum. Menggunakan pengulangan atau ungkapan yang berlebih-lebihan edi dalam komunikasi (khususnya yang bersifat teknis) menjamin bahwa jika satu bagian dari pesan itu tidak dimengerti , maka masih ada bagian lain yang membawa pesan yang sama. Sering kali karyawan diberikan informasi dasar yang sama dalam berbagai macam bentuk ketika pertama kali memasuki organisasi.
6. Mendorong Saling Mempercayai (Encouraging Mutual Trust).
Para manajer yang mengembangkan suasana saling mempercayai akan mudah tindak lanjut terhadap setiap komunikasi mereka dan tanpa kehilangan pengertian diantara para bawahan. Hal ini disebabkan karena telah memupuk kepercayaan yang tinggi di antara para bawahan.
7. Penetapan Waktu Sercara Efektif (Effective Timing)
Setiap hari orang menghadapi ribuan pesan. Banyak diantaranya tidak pernah diuraikan sandinya dan tidak pernah diterima karena tidak mungkin memahami semuanya. Para manajer perlu mengetahui bahwa sementara mereka merusaha berkomunikasi dengan seorang penerima, maka pesan-pesan lain telah diterima sekaligus. Pesan yang dikirim mungkin tidak “didengar”. Pesan itu lebih mungkin dimengerti apabila pesan itu tidak bersaingan atau bertentangan dengan pesan-pesan lain.
8. Menyederhanakan Bahasa.
Bahasa yang rumit merupakan hambatan utama bagi komunikasi yang efektif. Olehnya itu bahasa dalam penggunaannya perlu disederhanakan yang disesuaikan / disetarakan dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan pengetahuan komunikan / penerima pesan. Sehingga apa yang disampaikan oleh manajer dapat dimengerti dengan mudah oleh bawahan. Dalam berkomunikasi dengan bawahan, manajer harus menghindari penggunaan kata-kata atau bahasa yang menyulitkan penerima pesan.
9. Mendengarkan Secara Selektif.
Telah dijelaskan bahwa untuk meningkatkan efektivitas komunikasi, para manajer berusaha untuk dapat dimengerti, tetapi juga mengerti. Ini berarti manajer harus mendengarkan. Satu metode untuk mendorong seseorang menyatakan perasaan sebenarnya, keinginannya, dan emosinya adalah “mendengarkan”.
Sepuluh perintah untuk “mendengarkan dengan baik”, sebagai berikut :
a. Berhentilah berbicara,
b. Biarkan pembicara santai,
c. Perlihatkan kepada pembicara bahwa anda bersedia mendengarkan,
d. Janganlah mengganggu,
e. Hayatilah,
f. Bersabarlah,
g. Tahanlah kemarahan anda,
h. Berdebatlah dan ajukan kritik dengan enak,
i. Ajukan pertanyaan, dan
j. Berhentilah berbicara.
10. Menggunakan Selentingan (Using the Grapevine).
Selentingan merupakan saluran komunikasi informal yang sangat penting yang terdapat dalam semua organisasi. Pada dasarnya selentingan merupakan mekanisme untuk melangkahi (by Passing mechanism), dan dalam banyak hal, selentingan adalah lebih cepat dari pada system formal yang dilangkahinya.
Dengan tepat selentingan dijelaskan, “Dengan kecepatan kereta api yang sedang menyala, selentingan itu menembus pintu dengan, melampaui kantor manajer, melewati kamar peralatan, dan berjalan terus sepanjang gang-gang”. Karena selentingan itu luwes dan biasanya merupakan komunikasi tatap muka, maka selentingan dapat menyampaikan informasi secara cepat. Pengunduran diri seorang eksekutif dapat diketahui umum jauh sebelum hal itu diumumkan secara resmi.
Bagi manajemen, selentingan itu seringkali merupakan alat komunikasi yang efektif. Selentingan mungkin sekali mempunyai pengaruh yang lebih kuat terhadap para penerima, karena selentingan merupakan komunikasi tatap muka dan membolehkan umpan balik. Karena selentingan memenuhi banyak kebutuhan psikologis, maka selentingan selalu ada. Tidak ada seorang manajemenpun yang dapat menghilangkannya. Riset ini menunjukkan bahwa lebih dari 75% dari informasi lewat selentingan adalah seksama. Tentu saja, 25% yang disimpulkan dapat merusak.
C. KONSEP CHANGE MANAGEMENT
Change Management adalah manajemen untuk melakukan perubahan atau untuk menghadapi perubahan. Perubahan perlu dilakukan karena situasi dan kondisi berubah, pangsa pasar berubah, permintaan terhadap produk berubah, tuntutan pasar berubah, dan sebagainya.
Change Management tidak perlu diterapkan pada perubahan yang sifatnya relatif dapat diprediksi (predictable). Change Management juga relevan untuk menghadapi perubahan drastis yang disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat diprediksi jauh sebelumnya (unpredictable). Contoh penyebab perubahan itu adalah bencana alam (seperti gempa, banjir, angin kencang, kelaparan, dan lain-lain), kenaikan BBM yang sangat tinggi dan berpengaruh pada daya beli masyarakat, krisis moneter, peperangan, dan lain-lain. Karena sifatnya yang berbeda, kedua jenis perubahan tersebut harus ditangani secara berbeda pula.
Selain itu, perubahan juga dapat dibedakan dengan cara lain. Dalam pembahasan tentang Change Management, Rhenald Kasali mengutip pendapat R.L. Daft (2004) perubahan strategis adalah sebuah perubahan yang cenderung radikal, dan perubahan operasional dinilai tak ubahnya sebagai perubahan incremental. Perubahan Incremental adalah perubahan yang secara kontinyu dilakukan suatu organisasi. Biasanya perubahaan seperti ini dilakukan terbatas pada salah satu bagian itu sendiri. Misalnya, perbaikan mesin-mesin (introduksi mesin-mesin baru yang lebih efisien, lebih fleksibel). Perubahan Radikal cenderung mengubah referensi, arah, dan kebijakan organisasi. Biasanya perubahaan ini mentransformasi seluruh bagian institusi. Misalnya, perubahan struktur organisasi dari vertikal-fungsional menjadi matrix, horizontal-teamwork. Perubahan ini melibatkan lahirnya suatu terobosan berupa struktur yang benar-benar baru dengan proses bisnis yang berbeda.
Perlu disadari bahwa perubahan akan selalu terjadi. Perubahan sifatnya konstan. Yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Perubahaan harus selalu dilakukan dan dikelola. Tentang perubahan, Jeff Davidson menyebutkan perubahan bisa bermakna melakukan hal-hal dengan cara baru, mengikuti jalur baru, mengadopsi teknologi baru, memasang sistem baru, mengikuti prosedur-prosedur management baru, menggabungkan, melakukan reorganisasi, atau terjadinya peristiwa yang bersifat mengganggu (disruptive) yang signifikan.
Perubahaan itu sendiri tidak selalu ditangkap sebagai sesuatu yang positif, bahkan sering ditanggapi dengan reaksi balik yang negatif. Hampir selalu ada resistensi terhadap perubahaan. Jelas bahwa resistensi ini datang dari mereka yang tidak bersedia berubah dengan berbagai alasan dan latar belakang. Tidak terkecuali mereka yang menjaga status quo. Padahal, “Change is growth, Change is opportunity. Change increases potential (Perubahan adalah pertumbuhan. Perubahaan adalah kesempatan. Perubahaan meningkatkan potensi),” kata Jane Flagello pada bab “Change Management” dalam bukunya yang berjudul Management Dynamics: Concepts on Management for a New Century.
D. TEORI-TEORI PERUBAHAN ORGANISASI / KORPORAT
Managemen perubahan dan strategi adalah bidang yang paling cepat berkembang. Bahkan dapat dikatakan yang paling produktif di antara ilmu-ilmu sosial lainnya. Setidaknya ada delapan teori/mental model yang diperkenalkan di sini. Kedelapan teori besar tersebut adalah sebagai berikut:
a. Teori Force-Field (Kurt Lewin, 1951)
b. Teori Motivasi (Beckhard & Harris, 1987)
c. Teori Proses Perubahan Manajerial (General Manager - Led Process Model) (Beer et. Al., 1990)
d. Teori-teori OD (Organization Development) dalam Perubahan
e. Teori Perubahan Alfa, Beta, dan Gamma
f. Teori Contingency dalam Manajemen Perubahan (Tannen-baum & Schmidt, 1973)
g. Teori-teori Managemen Kerja Sama
h. Teori-teori untuk Mengatasi Resistensi dalam Perubahan
Untuk lebih memahaminya mari kita bahas satu persatu agar dapat lebih mengetahui lebih lanjut.
a. Teori Force - Field (Kurt Lewin, 1951)
Kurt Lewin (1951) tercatat sebagai Bapak Managemen Perubahan. Ia dianggap sebagai orang pertama dalam ilmu sosial yang secara khusus melakukan studi tentang managemen perubahan secara ilmiah (action research/field study). Selain sering disebut sebagai Force-Field Model, konsepnya sering pula diklasifikasikan sebagai power based model karena mengedepankan kekuatan-kekuatan penekan.
Menurutnya, perubahan terjadi karena munculnya tekanan-tekanan terhadap organisasi, individu, atau kelompok. Jadi, ia memfokuskan pada pertanyaan “mengapa”, yaitu mengapa individu-individu, kelompok, atau organisasi berubah. Dari situ ia mencari tahu bagaimana perubahan dapat dikelola dan menghasilkan sesuatu. Ia berkesimpulan kekuatan tekanan (driving forces) akan berhadapan dengan keengganan (resistence) untuk berubah. Perubahan itu sendiri dapat terjadi dengan memperkuat “driving forces” itu, atau melemahkan “resistence to change”.
Dari situ ia merumuskan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mengelola perubahan, yaitu: (1) Unfreezing, (2) Changing, dan (3) Refreezing seperti yang terlihat pada Bagan 2.1:
Bagan 2.1
Force-Field Model 3 Tahap dari Kurt Lewin
Sumber: Williams, Woodward, & Dobson (2002, Hal. 284)
Dengan demikian, sebelum dan setelah dilakukan perubahan ada proses yang harus dilakukan, dan semua ini ditentukan oleh seberapa besar faktor tekanan dari:
a. Unfreezing, yaitu suatu proses penyadaran tentang perlunya, atau adanya kebutuhan untuk berubah.
b. Changing, yaitu langkah berupa tindakan, baik memperkuat “driving forces” maupun memperlemah “resistences”.
c. Refreezing, yaitu membawa kembali organisasi kepada keseimbangan yang baru (a new dynamic equilibrium).
a. Teori Motivasi (Beckhard dan Harris).
Beckhard dan Harris (1987) merumuskan teori-teori motivasi untuk berubah. Mereka menyimpulkan perubahan akan terjadi kalau ada sejumlah syarat, yaitu:
a. Manfaat-Biaya. Manfaat yang diperoleh lebih besar daripada biaya perubahan.
b. Ketidakpuasan. Adanya ketidakpuasan yang menonjol terhadap keadaan sekarang.
c. Persepsi Hari Esok. Manusia dalam suatu organisasi melihat hari esok yang dipersepsikan lebih baik.
d. Cara yang Praktis. Ada cara praktis yang dapat ditempuh untuk keluar dari situasi sekarang.
Jadi, kalau dirumuskan secara matematika sederhana, persamaannya dapat ditulis sebagai:
A B C > D
A = Ketidakpuasan,
B = Persepsi Hari Esok,
C = Ada Cara Praktis, dan
D = Biaya untuk melakukan perubahan.
Logika ini menunjukkan pentingnnya efisiensi dalam perubahan agar manfaat yang diperoleh cukup memotivasi perubahan dan perlunya upaya-upaya mendiskreditkan keadaan sekarang sebagai keadaan yang buruk sehingga kita merasa perlu untuk segera bergerak.
Hanya saja, kalau tidak ada jalan yang praktis maka kita akan gagal menyelesaikan perubahan itu dan efeknya akan sangat menekan karena orang-orang sudah sangat berharap akan datangnya hari esok yang lebih baik.Namun demikian, pertanyaan yang kerap muncul adalah mana yang lebih penting: menjanjikan hari esok yang lebih baik (mengajak audience bermimpi tentang esok), atau mendiskreditkan situasi hari ini? Beckhard dan Harris (1987) menganjurkan agar sebaiknya kita fokus ke depan daripada berbicara tentang masa lalu yang telah memberikan dampak negatif pada hari ini. Hal ini disebabkan oleh temuan-temuan yang menyebutkan bahwa fokus terhadap hari esok:
a. Memberikan semangat (optimisme) dan membuang perasaan-perasaan pesimis.
b. Mendorong orang-orang menentukan perannya dalam perubahan, dan menciptakan kepatuhan.
c. Mengurangi ketidakpuasan dan perasaan-perasaan tidak nyaman.
d. Memberikan fokus perhatian pada upaya-upaya mengatasi masalah ketimbangan pada symptom-symptom untuk membuat kegiatan dan organisasi bekerja secara efektif.
Meski teori ini dianggap lebih sempurna daripada teori Kurt & Lewin dan banyak memengaruhi para penulis terkenal, disadari adanya kelemahan-kelemahan. Salah satunya adalah tidak mudah mengajak orang-orang percaya terhadap apa yang mereka lihat dan tidak mudah mengajak mereka melihat atau berpersepsi tentang hari esok.
b. Teori Proses Perubahan Manajerial (Beer et. Al., 1990)
Berbeda dengan para “intervensionist” yang mengembangkan teorinya dengan pendekatan eksperimental maka teori ini dikembangkan dalam managerial school of thought. Beer et. Al (1990) lewat studinya menemukan pentingnya melibatkan sedemikian banyak orang dalam perubahan. Itulah tugas utama seorang general manager yang intinya adalah bagaimana memperoleh support, konsensus, dan komitmen. Dalam managerial school of thoght, peneliti juga menggunakan body of knowledge dari ilmu-ilmu lain, khususnya psikologi dan sosiologi. Itulah sebabnya teori ini mengadopsi pula pentingnya upaya-upaya mengurangi stress dalam perubahaan dan desain pekerjaan yang lebi memuaskan.
Menurut teori ini, untuk menghasilkan perubahaan secara manajerial perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
a. Memobilisasi energi para stakeholders untuk mendukung perubahan. Caranya adalah dengan melibatkan mereka dalam menganalisis dan mendiagnosis masalah-masalah yang menghambat daya saing organisasi.
b. Mengembangkan visi serta strategi untuk mengelola dan menghasilkan daya saing yang positif.
c. Mengupayakan konsensus terhadap visi baru sehingga visi tersebut diterima sebagai kebenaran dan dikerjakan tanpa pertentangan.
d. Memperluas revitalisasi pada seluruh departemen dalam organisasi dan jangan sekali-sekali mengesankan proyek ini sebagai “pesanan” dari atas. Namun demikian, jaga konsistensinyapada tingkat organisasi.
e. Mengkonsolidasi perubahaan melalui kebijakan-kebijakan strategi yang diformalisasikan, struktur, sistem, dan sebagainya.
f. Memantau (monitor) terus kegiatan ini. Jangan melepaskannya begitu saja. Selalu memberikan repons terhadap umpan balik dan masalah-masalah yang direncanakan akan muncul.
Beberapa studi kasus terhadap model ini menunjukkan bahwa kendati model ini sangat pragmatis dan logis, dalam praktiknya akan lebih banyak pendekatan yang cenderung otoriter daripada partisipatif. Akibatnya, karyawan merasa berjalan dalam kegelapan yang cenderung formal dan hierarkis dapat membahayakan kelangsungannya dan dapat memukul balik perubahan.
c. Teori-teori OD dalam Perubahaan Organisasi
Teori-teori yang cukup banyak dipakai oleh para konsultan dan akademikus adalah teori-teori yang cenderung”interventionis”. Dalam hal ini pendekatan OD (Organization Development), yang menyentuh dua kategori yang saling berinteraksi, yaitu manusia dan teknologi. Manusia adlaah komponen yang melakukan proses organisasi seperti komunikasi, pengambilan keputusan, dan pemecahan masalah. Sedangkan teknologi memengaruhi struktur-struktur organisasi seperti desain pekerjaan (job design), task method, dan desain organisasi. Interaksi keduanya dapat dilihat pada Bagan 2.2.
Interaksi teknologi dengan manusia sudah lama dirasakan dan sangat berpengaruh terhadap proses penuaan suatu organisasi. Sewaktu revolusi industri terjadi, perusahaan-perusahaan yang berbasiskan kerajinan tangan (craft) mengalami penuaan begitu cepat. Revolusi teknologi industri, ketika diterapkan pada awal abad ke-19, juga berpengaruh terhadap SDM perempuan dan anak-anak yang dikeluarkan dari dunia kerja dengan adanya konsep upah minimum. Belakangan ini, gelombang besar teknologi informasi, komputerisasi, dan teknologi transportasi kembali mengubah medan persaingan. Muncul produk-produk dan pesaing baru yang semula tak diperkirakan. Revolusi ini turut berpengaruh pada suplai sumber daya manusia yang dapat datang dari mana-mana dan mewarnai perusahaan-perusahaan domestik.
Menurut teori ini, intervensi pada kategori ini menghasilkan pemenuhan kebutuhan manusia dan penyelesaian tugas. Interaksi tersebut terjadi pada pendekatan tekno-struktur dan manusia-proses. Melalui studi ini, kedua peneliti berkesimpulan bahwa pendekatan (intervensi) pada tekno-struktur memberikan dampak yang lebih jelas (terlihat) ketimbang domain manusia-proses yang cenderung lebih abstrak.
a. Teori Perubahaan Alfa, Beta dan Gamma.
Teori ini merupakan perkembangan lebih lanjut dari pendekatan OD yang dianjurkan oleh Golembiewski, Billingsley, dan Yeager (1976). Salah satu bentuk intervensi yang dilakukan dalam OD adalah team-building yang tujuannya adalah untuk merekatkan nilai-nilai sebuah organisasi, khususnya trust dan commitment. Mereka melakukan pengukuran “sebelum” (before) dan setelah (after) treatment dilakukan, yaitu aktivitas team-building pada suatu kelompok yang akan diubah sikap-sikapnya. Perubahaan alfa adalah perubahan kepercayaan (trust) yang terjadi antara suatu dimensi waktu yang stabil sebelum dan setelah team-building dilakukan.
Tetapi dalam studi ternyat ditemukan tidak semua treatment itu menghasilkan perbaikan sikap terhadap kelompok, bahkan banyak treatment yang berdampak negatif setelah melewati dimensi waktu tertentu, dan setelah dilakukan rekalibrasi, cara para anggota kelompok melihat “trust” mengalami pergeseran. Inilah yang disebut dengan perubahaan beta, yaitu perubahaan yang terjadi dalam cara menilai trust.
Perubahaan berikutnya disebut perubahaan gamma, yaitu perubahan yang terjadi karena manusia atau kelompok melihat adanya faktor atau variabel lain yang lebih penting dari yang sekedar diteliti. Mereka mungkin melihat trust bukanlah variabel yang penting bagi pelaksanaan team-building. Mungkin saja deskripsi pekerjaan dan peran yang menjadi lebih jelas setelah treatment tersebut dilaksanakan sebagai hal yang lebih penting bagi mereka. Dan peran yang menjadi lebih jelas treatment tersebut tersebut dilaksanakan sebagai hal yang lebih penting bagi mereka.
b. Teori Contingency dalam Manajemen Perubahaan (Tannenbaum & Schmidt, 1973).
Keberhasilan menerapkan managemen perubahaan antara lain sangat ditentukan oleh gaya (style) yang diadopsi oleh manajemen. Teori ini berpendapat tingkat keberhasilan pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh sejumlah gaya yang dianut dalam mengelola perubahan. Gaya/cara yang dimaksud lebih menyangkut pengambilan keputusan dan implementasi. Seseorang dapat melakoni gaya kepemimpinan dalam suatu horizon mulai dari sangat otokratik hingga partisipatif. Dalam gaya kepemimpinan partisipatif, eksekutif melibatkan bawahan-bawahannya dalam berbagai hal, yaitu pengumpulan data, mendiagnosis masa;ah, mencapai persetujuan, dan sebagainya. Sebaliknya, dalam kepemimpinan lainnya yang lebih otoriter, kita bisa melakukan banyak hal sendirian dan membiarkan karyawan/bawahan berada dalam kegelapan.
Vroom dan Jago (1988) menemukan bahwa tingkat keberhasilan masing-masing gaya kepemimpinan tersebut berkaitan erat dengan sejumlah contingencies (kemungkinan-kemungkinan) yaitu:
a. Seberapa penting komitmen karyawan dibutuhkan dalam pengambilan keputusan?
b. Apakah karyawan mau terlibat dalam tujuan perubahan?
c. Apakah manajer memiliki informasi yang cukup untuk mengambil keputusan yang baik?
d. Apakah karyawan cukup punya kompetensi untuk mengambil keputusan?
e. Jika manajer-manajer membuat keputusan, apakah karyawan mau menurutinya?
f. Berapa banyak waktu yang tersedia untuk mengambil keputusan?
Dengan demikian, maka menurut teori ini tidak selalu komitmen dan partisipasi bawahan diperlukan. Semua ini memerlukan analisis dan diagnosis mengenai kesiapan kedua belah pihak, yaitu atasan dan bawahan, baik sikap mental, motivasi, maupun kompetensinya.
c. Teori Kerja Sama.
Perubahaan biasanya tidak bisa berjalan tanpa adanya kerja sama dari semua pihak. Teori kerja sama menjelaskan mengapa manusia mau bekerja sama dan bagaimana memperoleh kerja sama.
Ada beberapa penjelasan mengapa manusia mau memperoleh kerja sama (Williams, Woodward, & Dobson, 2002):
a. Motivasi memperoleh rewads atau khawatir akan mendapatkan punishment, misalnya, berharap akan memperoleh imbalan keuangan, kepuasan bekerja, pekerjaan yang lebih menyenangkan, atau khawatir sebaliknya.
b. Motivasi kesetiaan terhadap profesi, pekerjaan, atau perusahaan.
c. Motivasi moral, karena dengan bekerja sama dapat diterima secara moral.
d. Motivasi menjalankan keahlian.
e. Motivasi karena sesuai dengan sikap hidup.
f. Motivasi kepatuhan terhadap kekuasaan.
d. Teori-teori untuk mengatasi resistensi dalam perubahan.
Selain hal-hal di atas, Kotter & Schlesinger (1979) memperkenalkan teori untuk mengatasi keengganan (resistensi) dalam perubahaan. Keduanya memperkenalkan 6 (enam) strategi untuk mengatasi resistensinya itu, yaitu komunikasi, partisipasi, fasilitasi, negosiasi, manipulasi, dan paksaan. Menurut teori ini, teknik yang berbeda-beda perlu diterapkan untuk kelompok yang berbeda-beda, tergantung pada tingkat resistensi masing-masing kelompok. Bagan 2.4 menunjukkan kontinum itu dari sebelah kiri yang cenderung dapat diajak mengerti lebih mudah, sampai di paling kanan yang harus dipaksa melalui sejumlah teknik.
Resistensi pada dasarnya perlu dilakukan untuk memperoleh kepatuhan. Namun, dalam memperoleh kepatuhan tersebut, sejumlah peneliti menemukan alasan yang berbeda-beda. Stanley Milgram (1974), misalnya, melalui karya klasiknya menemukan bahwa manusia atau kelompok individu sesungguhnya dapat dimanipulasi untuk menumbuhkan kepatuhan. Milgram menaruh perhatian pada bagaimana Hitler memanipulasi para pengikutnya sehingga menjadi patuh terhadap dirinya dalam membinasakan dan membersihkan kaum Yahudi di benua Eropa. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat seseorang dapat dimanipulasi, sebagai berikut:
a. Adanya prakondisi yang sudah ditanamkan (disosialisasikan) pada kelompok yang akan diubah untuk menerima norma-norma otoritas, dan bila mematuhinya akan diberikan imbalan atau hukuman bila sebaliknya.
b. Ada persepsi yang kuat terhadap figur otoritas.
c. Ada faktor pengikat: Setuju (persetujuan) untuk berpartisipasi.
Yang dapat dijadikan pegangan seorang pemimpin untuk memegang kendali kekuasaan sehingga ia memperoleh kepatuhan dalam menggerakkan perubahan adalah sebagai berikut:[1]
a. Dapatkan “sponsor” yang berkuasa.
b. Dapatkan bos/atasan yang berkuasa.
c. Bentuk aliasi dengan orang-orang berpengaruh.
d. Bangun koalisi.
e. Dapatkan dukungan dari rekan-rekan.
f. Bangun hubungan dengan kelompok yang mampu melakukan perubahan.
g. Kelilingi diri dengan kalangan ahli dan setia.
h. Publikasikan keberhasilan.
i. Lakukan kontrol terhadap sumber-sumber daya bernilai.
j. Dapatkan promosi.
k. Bangun keahlian pada area yang penting.
l. Pindah ke unit yang penting.
m. Bangun citra yang tepat.
n. Hindari anggota yang ternoda.
o. Tampil sangat diperlukan.
p. Tampak terlihat.
q. Bersahabat.
r. Tingkatkan daya tarik.
s. Siap menolong
t. Tunjukkan kesetiaan.
Konklusi dari materi kali ini dapat dijelaskan bahwa perubahan mempunyai manfaat bagi kelangsungan hidup suatu organisasi/korporat, tanpa adanya perubahan maka dapat dipastikan bahwa usia organisasi tidak akan bertahan lama. Perubahan bertujuan agar organisasi tidak menjadi statis melainkan tetap dinamis dalam menghadapi perkembangan jaman, kemajuan teknologi dan dibidang apapun wajib melakukan peningkatan kesadaran akan manajemen perubahan komunikasi yang berkualitas.
Melalui pembahasan dalam konsep-konsep dan teori perubahan yang dibahas pada Sub-B mengenai manajemen perubahan dan komunikasi dalam konteks komunikasi organisasi & Korporat, kesimpulan menurut kelompok kami adalah bahwa dalam kehidupan manusia, perubahan tidak dapat dihindari. Perubahan memang selalu terjadi dan pasti akan selalu terjadi, pimpinan organisasi baik organisasi pemerintah maupun non-pemerintah disamping harus memiliki kepekaan terhadap perubahan-perubahan yang terjadi diluar organisasi yang dipimpinnya dan mampu memperhitungkan dan mengakomodasikan dampak dari perubahan-perubahan yang terjadi itu, mutlak perlu pula untuk mempunyai keterampilan dan keberanian untuk melakukan perubahan didalam organisasi demi peningkatan kemampuan organisasional untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu untuk menghadapi perubahan kita perlu melakukam manajemen perubahan yang berarti upaya yang dilakukan untuk mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam organisasi/korpat. Tentunya menghadi perubahan tersebut diperlukan penerapan teori-teori yang sesuai dengan keadaan yang dihadapi.
Tidak banyak orang yang suka akan perubahan, namun walau begitu perubahan tidak bisa dihindarkan. Harus dihadapi. Karena hakikatnya memang seperti itu maka diperlukan satu manajemen perubahan agar proses dan dampak dari perubahan tersebut mengarah pada titik positif. Karena itu, yang dapat direkomendasikan di sini bahwa dalam konteks perubahan komunikasi organisasi dan korporat, seorang manajer perlu memahami mengapa organisasi harus siap terhadap perubahan: apakah yang bersifat inovatif maupun strategis. Perubahan inovatif adalah perbaikan secara kontinyu di dalam kerangka sumberdaya yang ada. Sementara perubahan strategis adalah perubahan melakukan sesuatu yang baru. Tiap perubahan tersebut tentunya akan menggunakan pendekatan berbeda. Manajer selayaknya proaktif menjelaskan kepada karyawan tentang strategi perubahan yang akan dijalankan organisasi.
Kebanyakan para manajer dapat merencanakan dan mempraktekan perubahan fisik dengan berhasil. Namun dalam perubahan perilaku, para manajer banyak mengalami kesulitan. Untuk itu manajer perlu memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut. Untuk melaksanakan perubahan dengan sukses maka manajer harus mampu menciptakan kondisi yang baik untuk memotivasi dan melibatkan karyawan. Hal ini merupakan cerminan seberapa jauh mutu kepemimpinan manajer terbukti nyata. Di samping itu manajer dapat memaksimumkan kesempatan untuk berhasil dalam proses perubahan melalui evaluasi dengan cermat terhadap perencanaan manajemen.
A. TEKNOLOGI INFORMASI DALAM ORGANISASI
Teknologi informasi dan teknologi komunikasi sering kali diucapkan dalam nafas yang sama, karena pengertian yang terkandung pada masing-masing istilah tersebut memang saling berkaitan satu sama lain. Untuk memudahkan kita, pertama-tama marilah kita lihat apa yang dimaksud dengan teknologi komunikasi dan teknologi informasi. Rumusan yang dikemukakan berikut ini sekedar untuk memudahkan memahami pengertian istilah-istilah tersebut.
Menurut Rogers (1986), teknologi komunikasi adalah peralatan perangkat keras, struktur-struktur organisasional, dan nilai-nilai sosial dengan mana individu mengumpulkan, mengolah, dan saling bertukar informasi dengan individu lain. Menurut Barnard (1938) dalam R. Wayne Pace (1998), teknologi komunikasi dapat didefinisikan sebagai “ suatu sistem kegiatan atau kekuatan dua orang atau lebih, yang dikoordinasi secara sadar. Komunikasi digunakan untuk “mengkoordinasikan kegiatan” dalam organisasi. Semua bentuk komunikasi , apakah berupa telegram, telepon, atau surat elektronik, jelas merupakan masalah pokok bagi proses pengorganisasian. Teknologi informasi adalah mencakup sistem-sistem komunikasi seperti satelit siaran langsung, kabel interaktif dua arah, penyiaran bertenaga rendah (low-power broadcasting), computer (termasuk personal computer dan computer genggam yang baru), dan televisi (termasuk video disk dan video tape cassette). Teknologi informasi adalah suatu teknologi yang berhubungan dengan pengolahan data / informasi dalam batas-batas ruang dan waktu.
Memang ada pakar yang membedakan antara teknologi komunikasi dengan teknologi informasi dengan menyatakan bahwa yang pertama mencakup pengertian yang lebih luas, termasuk sistem, saluran, perangkat keras dan perangkat lunak dari kumunikasi modern ; dimana teknologi informasi merupakan bagian dari padanya. Sedangkan ilmuan lainnya membedakan teknologi informasi dalam pengertian hardware saja. Bahkan ada yang menafsirkan sebagai perangkat computer berikut segala kelengkapannya. Namun bila diamati lebih mendalam antara dua bidang tersebut saling berkaitan satu sama lain, bahkan sering kali digunakan untuk menyebut hal yang sama secara bergantian.
Itulah sebabnya dalam pembicaraan teknologi komunikasi amat lazim pula digunakan istilah telecommunication atau gabungan antara telekomunikasi dengan computer untuk menunjukkan kepada perujudan teknologi baru di bidang komunikasi dengan segala kapasitasnya yang luar biasa. Dasar yang sama pula yang menumbuhkan istilah telematique atau telematic yang merupakan gabungan antara telekomunikasi dengan informatique atau informatic.
Perkembangan Teknologi Informasi
Perkembangan kemajuan teknologi komunikasi dewasa ini berlangsung demikian pesatnya sehingga Alfin Tovler menyebutnya sebagai era revolusi komunikasi / abad informasi. Terjadinya berbagai perubahan di bidang komunikasi maupun bidang-bidang kehidupan lain yang berhubungan adalah sebagai implikasi dari perkembangan keadaan yang dimaksud. Perubahan-perubahan dimaksud terutama disebabkan berbagai kemampuan dan potensi teknologi komunikasi tersebut, yang memungkinkan manusia untuk saling berhubungan / berkomunikasi hampir tanpa batas dengan menembus batas-batas ruang dan waktu.
Dalam menghadapi kemajuan teknologi informasi ini, melalui banyak forum dan media, telah dikemukakan berbagai pandangan para ahli. Ada yang menyebut perkembangan ini dengan penuh antusias tanpa reserve, ada pula yang menerimanya secara berhati-hati tehadap efek negative yang mungkin ditimbulkannya. Menurut Ploman (1981), Kemajuan teknologi informasi, ditandai oleh tiga karakteristik berikut ini :
a. Tersedianya keluwesan dan kesempatan memilih di antara berbagai metode dan alat untuk melayani kebutuhan manusia dalam komunikasi. Bila pada masa lalu hanya ada alat peralatan berat, yang professional dan mahal, maka kini tersedia bermacam sarana yang lebih ringan, yang memerlukan metode dengan keterampilan minimal dan murah. Dengan kata lain, kini kita bisa memilih sendiri tingkat teknologi yang kita perlukan.
b. Kemungkinan mengkombinasikan teknologi, metode dan system-sistem yang berbeda dan terpisah selama ini. Berbagai bentuk baru transfer komunikasi dan informasi telah dimungkinkan dengan pengkombinasian tersebut.
c. Kecenderungan ke arah desentralisasi, individualiosasi dalam konsep dan pola pemakaian teknologi komunikasi dan informasi.
Menurut Tehranian (1982), dalam 25 tahun terakhir ada tiga kekuatan teknologis, sosio-ekonomi, dan politik utama yang telah mengubah struktur system internasional ke tingkat tertentu yang bahkan sebagai pandangan yang cukup realistic pun harus mempertimbangkannya, yakni :
a. Eksplosi teknologi yang bergerak cepat di lapangan komunikasi, dimana revolusi di bidang satelit komunikasi dan teknik mikro prosessor mencirminkan dua ilustrasi yang paling dramatis, yang mempunyai komunikasi dunia yang universal dan disesuaikan dengan keperluan pribadi (personalized).
b. Di pihak lain, perangkat kekuatan kedua telah dibentuk oleh dorongan demokratisasi dari suatu proses revolusioner sedunia yang bermula dari dikenalkannya media massa (sejak percetakan dan seterusnya).
c. Sementara media telah berfungsi sebagai saluran bagi berlangsungnya konflik ideology sekaligus pembangkit consensus sedunia, krisis dimensi sedunia juga telah menyumbang bagi tumbuhnya suatu “suku baru” (new tribe) warga Negara dan organisasi dunia yang melintasi batas-batas dan kesetiaan nasional.
Jussawalla (1982) dalam analisisnya mengenai aspek ekonomis dari perkembangan teknologi komunikasi dan informasi di abad ini, menilai bahwa masyarakat modern saat ini sedang menempuh periode yang paling mengasikkan (exiting). Dalam sejarah kehidupannya, karena mengalami perubahan teknologi yang besar dan cepat, yang memberikan komunikasi dan informasi secara seketika (instant).
Dalam 50 tahun ini, peralatan pokok dalam industri manufacturing dianggap sebagai sine qua non pembanguna ekonomi, begitu pila pada 50 tahun akan dating maka perangkat keras dan lunak telekomunikasi akan merupakan penyambung utama (major share) bagi pertumbuhan pendapatan nasional. Karena itu “di masa depan akses yang merata kepada informasi merupakan masalah yang sama bermaknanya dengan pemerataan pendapatan yang merata untuk masa kini”, kata Jussawalla.
Bell (1979) menyederhanakan riwayat perkembangan komunikasi dan informasi dengan menyebutkan empat revolusi yang terjadi dalam hal manusia berhubungan satu sama lainnya, sebagai berikut :
a. Dalam hal berbicara.
b. Ditemukan tulisan.
c. Penemuan percetakan.
d. Dalam hal hubungan jarak jauh (telekomunikasi).
Betapa mustahilnya manusia bisa berhubungan satu sama lain / berkembang jika “kemampuan berbicara” tidak dipunyai oleh mahluk ini. Perkembangan berikutnya dalam bidang komunikasi ditemukannya “tulisan”. Innis (pakar komunikasi) menyatakan, kemampuan menulis inilah yang memungkinkan terpeliharanya struktur social di wilayah-wilayah kecil di Mesir Kuno pada zaman tersebut. Lalu dengan ditemukannya papyrus (asal mula kertas tempat menulis) dan alat transportasi terpadu, maka pemerintah di masa itu bisa memelihara integritas masyarakat masyarakat di sepanjang Lembah Nil. Bahkan suatu kerajaan seperti Romawi pada jamannya tidak akan mampu memelihara wilayah kekuasaan seluas itu, andaikan ketika itu tidak ada komunikasi tertulis dan sarana jalan yang menunjangnya.
Kemudian percetakan meningkatkan cara-cara dan kemudahan manusia untuk saling berhubungan dan menyampaikan sesuatu. Potensi “percetakan” inilah menurut analisis Bell (1979) yang memungkinkan terjalinnya masyarakat industrial. Percetakan telah memicu terjadinya melek huruf bagi manusia sebagai pondasi bagi proses pendidikan secara massa. Bukan suatu kebetulan jika teknologi percetakan merupakan factor kunci menuju terjadinya Renaissance dan revolusi industry (Parker, 1973).
Selanjutnya, perkembangan komunikasi dan informasi tiba pada tahap sekarang, dengan ditemukannya berbagai sarana yang memungkinkan manusia “berhubungan satu sama lain tanpa harus terhalang oleh factor jarak, dan waktu”. Kemajuan teknologi yang kita alami dewasa ini sering kali disebut jiga sebagai masa “teknologi elektronik” karena dominasi bantuan elektronik.
Pernyataan Goldhamer (1971) tentu tidak bisa dilupakan, bahwa penemuan transistor, printed circuit, integrated circuit, dan computer, yang kesemua itu adalah basis teknologi yang memungkinkan berkembangbiaknya kemajuan teknologi komunikasi yang kemudian melahirkan berbagai sarana yang menakjubkan.
Periodisasi Alfin Tovler (1980), membagi perkembangan sejarah umat manusia menjadi 3 gelombang, yaitu:
a. Gelombang I (8000 tahun SM – 1700 SM).
Periode gelombang I disebut “Era Revolusi Pertanian” terjadi perubahan cara hidup manusia dengan ditemukan dan diterapkannya cara bertani dan bercocok tanam. Ketika itulah manusia beralih dari kegiatan mengumpulkan hasil hutan yang mengakibatkan hidup mereka juga berpindah-pindah, ke cara hidup yang menetap di suatu tempat dan bertani.
b. Gelombang II (1700 SM – 1970 M).
Periode gelombang II disebut ”Era Revolusi Industri” dengan ditemukan dan dikembangkannya tenaga mesin sebagai pengganti tenaga hewan dan manusia, maka kehidupan manusia lebih maju lagi.dengan kemajuan itu berkembanglah berbagai sector kehidupan baru seperti bisnis, transportasi, pendidikan, dan sebagainya.
c. Gelombang III (1979 M – 2000 M).
Periode gelombang III disebut “Era Revolusi Komunikasi / Abad Informasi”, dimana gerak perubahan kehidupan yang tengah berlangsung pada masa sekarang yang ditandai oleh :
- Penggunaan energi yang dapat diperbaharui (renewable energy) karena bahan bakar posil semakin berkurang.
- Proses produksi massal cenderung manjauhi pemusatan produksi.
- Kecenderungan bahwa konsumen juga menjadi produsen dan sebaliknya, dan
- Kemajuan teknologi komunikasi dan transpormasi yang mendorong deurbanisasi.
Unsur-unsur terpenting dari peradaban gelombang ketiga adalah kemajuan yang pesat dalam bidang-bidang, sebagai berikut :
a. Komunikasi dan pengolahan data.
b. Penerbangan dan angkasa luar.
c. Energi alternatif dan yang dapat diperbaharui.
d. Teknologi biologi dan teknologi genetik.
Terkait dengan pandangan di atas, Naisbit (1982) mengatakan, informasi merupakan faktor yang terpenting. Ia mengatakan, meskipun orang menyangka masih hidup dalam masyarakat industri, kenyataannya telah berubah menjadi suatu ekonomi yang didasarkan pada penciptaan dan distribusi informasi.
Bell (1979) menyebutkan beberapa wujud sistem komunikasi yang dihasilkan oleh kemajuan teknologi, yakni :
a. Jaringan pengolahan data yang kelak memungkinkan orang berbelanja cukup dengan menekan tombol komputer di rumah masing-masing, pesanan akan dikirim langsung kerumah.
b. Bank informasi dan sistem penelusuran, yangh memungkinkan pemakainya menelusuri informasi yang diperlukan serta memperoleh copi cetakannya dalam sekejap mata.
c. Sistem teleks, yang menyediakan infomsai mengenai segala kebutuhan, seperti berita, cuaca, informasi financial, banking, iklan, dan lain-lain.
d. Sistemfaksimil, yang memungkinkan pengiriman dokumen secara elektronik.
e. Jaringan komputer interaktif, yang memungkinkan pihak-pihak berkomunikasi mendiskusikan informasi melalui komputer.
Pesatnya kemajuan teknologi informasi seyogianya selalu harus menjadi perhatian para pimpinan atas (CEO) suatu organisasi / manajemen. Bahkan perubahan organisasi dan manajemen (change management) harus sejalan dengan perkembangan teknologi. Hal ini telah dipertegas oleh Donald J. Kabat (1994), setidak-tidaknya ada tujuh kegiatan yang bisa dilakukan oleh teknologi informasi dalam mengefektifkan proses manajemen, yaitu :
a. Mengurangi pemborosan (eliminating redundancies).
b. Menghemat waktu kerja (shortening the time to do work)
c. Meningkatkan kualitas ((improving quality)
d. Meningkatkan produktivitas dan efektivitas (improving productivity and effectiveness)
e. Memperbaiki komunikasi (upgrading communications)
f. Mengurangi biaya (citting costs)
g. Meningkatkan pelayanan (improving service).
Teknologi komunikasi komputer seperti surat elektronik (e-mail), videoconferencing, voice messaging, faksimil, papan bulletin computer (computer bulletin board) mengubah cara kita bekerja. Komunikasi bermedia komputer memegang peranan sentral dalam transformasi organisasi. Komunikasi bermedia komputer memperlancar penanggulangan hambatan-hambatan karena batasan ruang dan waktu. Lokasi pegawai secara fisik sudah tidak relevan lagi. Dengan teknologi baru bermedia komputer ini, pegawai dapat berhubungan dengan siapapun, dan dimanapun dalam organisasinya.
Sudah bukan masalah lagi apakah mereka satu gedung dengan kantor mereka, atau apakah mereka dipisahkan oleh jarak geografis. Karena pesan-pesan komunikasi bermedia komputer dapat menerobos hierarki tradisional dan hambatan-hambatan departemennya dengan mudah, batas-batas organisasi dapat hilang. Karena hubungan yang melekat dengan proses komunikasi organisasi, komunikasi bermedia komputer dapat menentukan norma-norma, perilaku, dan keputusan organisasi. Jadi, implikasi sistem komunikasi bermedia komputer harus menjadi perhatian pokok semua orang yang tertarik pada komunikasi organisasi.
Terdapat empat hal mengapa penanganan infomsai dalam era modern sekarang ini relatif makin murah, sebagai berikut:
a. Tersedianya berbagai alternative pilihan sarana pengolahan data.
b. Tenaga kerja pengolah samgat kurang sehingga biaya untuk membayar imbalan mereka dapat ditekan.
c. Dukungan berbagai jenis perangkat lunak sehingga informasi yang dihasilkan benar-benar siap pakai, dan
d. Tingkat akurasi penyelesaian pengolahan sangat tinggi sehingga tidak diperlukan pengolahan ulang.
Dalam lingkungan masyarakat maju, jangkauan informasi mejadi terbuka dan tanpa batas. Ada dua lasan kuat sebagai penyebabnya, yaitu :
a. Bentuk dan jenis permasalahan yang harus dicari jalan keluarnya dengan keputusan yang akan diambil, dan
b. Perubahan yang sering terjadi dengan sangat cepat menuntut tersedianya informasi yang memungkinkan pendekatan proaktif untuk menhindari situasi “dadakan” karena perubahan selalu mengandung ketidakpastian. Ini berarti, jangkauan informasi terbuka ialah bahwa organisasi tidak boleh puas karena memiliki informasi tertentu yang secara konvensional dipandang perlu dimiliki oleh organisasi tersebut.
Dalam masyarakat informasi terdapat empat hal yang membedakannya dengan masyarakat prainformasional, yakni:
a. Makin tingginya kesadaran banyak pihak, teritama para pengambil keputusan strategis, tentang pentingnya informasi.
b. Volume dan jenis informasi yang dibutuhkan semakin besar dan beraneka ragam.
c. Perkembangan teknologi informasi yang sangat pesat.
d. Penggunaan multimedia dalam penyampaian informasi dari sumber informasi kepada pengguna informasi.
Referensi:
Azizy, A Qodri A, 2007. Change Management dalam Reformasi Birokrasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Cornelissen, Joep, 2004. Corporate Communications Theory and Practice, London Sage Publications.
Davidson, Jeff, 2005. Change Management- Terjemahan. Jakarta: Prenada.
Effendy, Onong Uchjana,2006. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Flagello, Jane, 1998. Management Dynamics: Concepts on Management for a New Century Needham Heights: Simon & Schuster Custom Publishing.
Griffin, 2003, A First Look at Communication Theory, McGrraw-Hill Companies
Kasali, Rhenald , 2006. Change, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Leksono, Ninok, 2011. Corporate dan Marketing Communication, Jakarta: Puskombis.
LittleJohn, Stephen W. 2005. Theories of Human Communication – Fifth Edition. Terjemahan edisi Indonesia 1 (Chapter 1-9), dan edisi Indonesia 2 (Chapter 10-16).
Lukiati Komala, 2009. Ilmu Komunikasi Perspektif, proses dan konteks, widya padjajaran, Bandung.
Muhammad, Arni, 2009, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara.
----------------, 2008, Komunikasi Organisasi, Jakarta: PT Bumi Aksara.
Mulyana, Deddy. 2008. Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Rogers, Everett. M. 1994. A History of Communication Study: ABiographical Approach. New York:The Free Press. 4. West, Richard dan Lynn H. Turner. 2008. Pengantar teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Buku 1 edisi ke-3. Terjemahan. Maria Natalia Damayanti Maer. Jakarta: Salemba Humanika.
Sendjaja, Sasa Djuarsa dkk, 2001. Pengantar Komunikasi, Jakarta: Pusat Penerbitan Universitas Terbuka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar