Pemberdayaan manusia dalam konteks perubahan sosial
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan atau keberdayaan). Untuk iu, ide utama mengenai pemberdayaan ini bersentuhan dengan konsep mengenai kekuasaan. Konsep kekuasaan ini juga sering dikaitkan dengan kemampuan individu untuk membuat orang lain melakukan apa yang diinginkannya, terlepas dari minat dan keinginan mereka. Istilah pemberdayaan memiliki pengertian menurut konteks budaya dan politik.
Pengertian pemberdayaan sebenarnya mencakup kekuatan itu sendiri, kemandirian, pilihan sendiri, kedaulatan hidup sesuai dengan nilai-nilai yang dianut seseorang atau masyarakat, kapasitas untuk memperjuangkan hak, kemerdekaan, pembuatan keputusan sendiri, menjadi bebas, kebangkitan, dan kapabilitas. Model pemberdayaan masyarakat dapat dibedakan melalui 3 tingkat, yaitu: mikro, meso, dan makro. Pada tingkat Mikro, pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individual melalui bimbingan, konseling, stress management, serta crisis intervention , tujuan utamanya adalah membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas kehidupannya. Pada tingkat Meso, pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien, pemberdayaan dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi. Terakhir, pada tingkat Makro, pemberdayaan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobying, pengorganisasian masyarakat, dan managemen konflik merupakan beberapa strategi dalam pendekatan ini.
Bagaimana tentang model pekerjaan sosial dan analisis jaringan sumber dalam memahami proses perubahan social ?. Proses adopsi dan inovasi sebuah teknologi suatu kelompok masyarakat, tidak terlepas dari bentuk penyikapan individu atau kelompok sosial yang menerima teknologi tersebut. Sikap individu yang satu dengan yang lain sudah tentu berbeda. Ada dua pendapat utama yang memperlakukan teknologi dalam kehidupan manusia.
Pertama, teknologi dianggap netral, tergantung dari kelompok masyarakat yang mendukungnya. Kedua, teknologi dianggap berpihak pada kelompok pemodal, pemegang kekuasaan. Adopsi teknologi snagat dipengaruhi pandangan tersebut. Salah satu upaya untuk memperkenalkan teknologi tersebut adalah melalui pemberdayaan sosial. Untuk itu diperlukan sebuah strategi pemberdayaan sosial, salah satu melalui model pendamping. Model ini memosisikan pendamping sebagai moderator, fasilitator, motifator, transformator, dinamisator dan sebagainya, sehingga terjadi proses transfer of knowleage. Posisi pendamping dalam proses ini adalah sebagai seorang “pekerja sosial” yang memandu anggota masyarakat menyelesaikan berbagai permasalahan yang sedang dihadapi.
Model pekerja sosial pada intinya merupakan sebuah proses pemberdayaan masyarakat dengan melibatkan aktor-aktor tertentu yang diposisikan sebgai seorang pekerja sosial. Fokus utama pekerja sosial adalah meningkatkan keberfungsian sosial merupakan hasil interaksi individu dengan berbagai sistem sosial di masyarakat.
Pendidikan Alternatif Sebagai Strategi Pemberdayaan
Berbicara tentang pendekatan pendidikan alternative sebagai bagian dari strategi pemberdayaan, hal seperti ini bukan tergolong mudah. Proses pendidikan pada dasarnya merupakan sebuah proses penyadaran (freire), ada juga yang menyebut pendidikan sebagai upaya yang dilakukan individu atau kelompok untuk memperoleh ilmu, memperolrh suatu pencerahan untuk mencapai derajat kehidupan yang lebih baik. Pendidikan alternatif dapat dipakai sebuah praktik pendidikan yang berbasis pada kepentingan masyarakat. Pemaknaan ini lebih didasarkan pada sebuah asumsi bahwa orang yang membutuhkan pendidikan adalah masyarakat, untuk itu masyarakatlah yang palinh tahu mengenai apa yang ia butuhkan untuk kehidupannya. Proses ini harus menyatu dengan perkataan dan tindakan (freire).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar