Senin, 01 Juni 2020

New Normal dan Komunikasi Termediasi

Isu New Normal menyeruak seiring dengan adanya perubahan pola dan ekosistem komunikasi di tengah masyarkat. Tak hanya itu, penulis juga menyoroti adanya perubahan yang tak biasa. Selain adanya gerakan kesadaran bersama untuk tinggal di rumah saja, juga memperlihatkan kian nyatanya kebutuhan ekosistem komunikasi berbasis teknologi komunikasi. Kampus dan sekolah yang dipaksa keadaan untuk melakukan aktivitas belajar dari rumah, perusahaan yang memberlakukan work from home, DPR, pengadilan, dan birokrasi pemerintahan yang membatasi kehadiran fisik pegawai.Adanya pandemi Covid-19 juga berimplikasi pada terbatasnya komunikasi tatap muka atau face to face. Akibatnya sejumlah aplikasi berbasis teknologi komunikasi, seperti Zoom, Skype, Google Meet, Whatsapp, dan sejumlah aplikasi lainnya tiba-tiba menjadi 
platform penghubung komunikasi antarwarga.

1) Komunikasi termediasi/terintegrasi
Cyberspace menjadi ruang konseptual dimana semuanya dimanifestasikan oleh 
setiap orang melalui teknologi komunikasi yang termediasi komputer atau Computer 
Mediated Communication (CMC). CMC ini menjadi sebuah kemutakhiran perangkat 
komputer yang mampu memediasi aktivitas komunikasi masyarakat di tengah pendemi. Dalam Holmes (2012: 114) dijelaskan perspektif CMC, yaitu komunikasi yang dimediasi komputer. Jadi ada semacam integrasi informasi dengan cara berkomunikasi dengan komputer yang didasarkan dalam proses informasi, dan dapat ditemukan dalam sejumlah 
interaksi yang dimediasi oleh komputer. Dalam hal ini, penulis telah menyebutkan dalam narasi “Sejumlah aplikasi berbasis teknologi komunikasi, seperti Zoom, Skype, Google Meet, Whatsapp, dan sejumlah aplikasi lainnya tiba-tiba menjadi platform penghubung komunikasi antarwarga.”

2) Determinisme Teknologi
Penulis sempat menyinggung tentang pandangan Merritt Roe Smith & Leo Marx, 
dalam bukunya Does Technology Drive History? The Dilemma of Technological 
Determinism (1994) yang memberi gambaran memang kerap terjadi dilema saat inovasi danpenemuan-penemuan teknologi dikembangkan. Di satu sisi mempermudah kegiatan manusia, tetapi di sisi lain, juga memberikan pengaruh besar kepada perkembangan nilai-nilai sosial dan kehidupan di masyarakat. Inilah yang oleh mereka disebut dilema dari determinisme teknologi.Para pendukung determinisme teknologi meyakini bahwa teknologi, baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan penggerak utama roda perubahan sosial. Baik diakui atau pun tidak, teknologi memiliki kaitan yang erat dengan masyarakat. Secara teoritis, mereka yang meyakini determinisme teknologi dapat dikelompokkan menjadi kaum optimis dan pesimis.
Peta diskusi seputar determinisme teknologi inisecara sederhana dapat digambarkan pada tabel di atas.Tabel ini memiliki empat ruang yang disebut kuadran. Kuadran I dan II yang  terletak di atas sumbu X, menunjukkan sikap mendukung keyakinan determinisme  
teknologi, sedangkan kuadran III dan IV yang terletak di bawah sumbu X, menunjukkan sikap yang menentang determinisme teknologi. Sementara itu, kuadran I dan IV menunjukkan sikap yang pesimis terhadap teknologi, sedangkan kuadran II dan III  menunjukkan sikap optimis. Di sisi lain, para pendukung determinisme teknologi yang secara teoretis dapat  dikelompokkan ke dalam dua aliran utama, yaitu mereka yang optimis dan pesimis. Meskipun demikian, keduanya meyakini bahwa teknologi dapat mengubah masyarakat. Bahkan pada titik tertentu dapat menentukan masa depan masyarakat.

3) Era Ketiga Komunikasi Politik
Penulis menyinggung tentang Era pertama retorika, kemudian era kedua media massa arus utama, dan era ketiga media online. Ragam aktivitas komunikasi politik, seperti kerja public relations politik, propaganda, dan negosiasi, termasuk komunikasi untuk agregasi kepentingan rakyat, kini intens dijalani melalui komunikasi termediasi. Sebagaimana diketahui, pada generasi pertama ini aktor politik mengandalkan kemampuan seni berbicara (art of speech) misalnya debat publik untuk memengaruhi kebijakan hingga kritik terhadap sistem yang disampaikan melalui kekuatan berbicara. 
Generasi kedua, dijadikannya media massa sebagai saluran politik. Media massa seperti radio, televisi, koran, majalah, dan sebagainya kerapkali digunakan untuk kampanye, propaganda politik, public relations politik, dan lain-lain. Aktivitas itu disebarkan kepada 
khalayak melalui media massa yang bersifat serentak atau one-to-many. 
Sedangkan Generasi ketiga, ditandai dengan perkembangan new media. Hal ini
diperkuat dengan semakin banyaknya media sosial seperti situs jejaring sosial (social network site) dan weblog interaktif dalam jalinan komunikasi antarwarga. Hadir-nya ruang publik baru (new public sphere) dengan menciptakan komunitas-komunitas virtual dalam kehidupan modern sudah tak terbantahkan lagi.
Ramainya penggunaan internet melahirkan peradaban baru komunikasi politik termasuk munculnya sejumlah terminologi baru seperti cyberdemocracy, cyberprotest, dan new public sphere untuk tautan gagasan, pemikiran, dan partisipasi politik.

4) Perlindungan Data Pribadi 
Seiring perubahan pola komunikasi dan penggunaan ekosistem komunikasi dalam 
situasi pandemic, menyebabkan perlunya negara hadir dalam perlindungan data pribadi. Meski telah ada UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), namun hal itu tidaklah cukup untuk melindungi data pribadi di duia cyber. Untuk itu, selain masyarakat perlu peduli akan privasi nya, negara juga perlu hadir untuk menjamin kenyamanan dan 
keamanan komunikasi warganya dengan komunikasi termediasi komputer tadi.

Reference:
(Review Artikel: https://m.mediaindonesia.com/read/detail/316333-new-normal-dan-komunikasi-termediasi) 

1 komentar:

anitaS mengatakan...

Harusnya pemerintah lebih berupaya mencegah wabah pandemi seperti ini. adanya new normal disatu sisi membuat keadaan ekonomi lebih baik, di satu sisi sangat menghawatirkan rentannya meluasnya wabah ini.

Not the Destiny Line