Setelah resmi menjadi partai, NasDem terus berupaya memenuhi persyaratan sebagaimana telah diatur dalam undang-undang untuk menjadi partai peserta pemilu. Partai Nasional Demokrat ( Nasdem) resmi mendaftar sebagai calon peserta Pemilu 2019. Sebanyak 40 boks dokumen persyaratan pendaftaran dibawa Nasdem ke Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU), Jakarta Pusat, Jumat (13/10/2017) dan kemudian dinyatakan lolos sebagai peserta pemilu legislatif 2019.
Dengan demikian, Pemilihan legislatif pada 2019 terdapat 16 partai politik yang ikut bertarung, termasuk Nasdem. Empat di antaranya adalah partai baru, yakni Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, Partai Berkarya, dan Partai Perindo. Dari 12 parpol lama yang kembali mengikuti Pemilu 2019, beberapa menunjukkan peningkatan perolehan suara, sementara beberapa yang lain justru mengalami penurunan.
Pada saat Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil rekapitulasi suara Pemilihan Presiden dan Pemilu Legislatif, Selasa (21/5/2019) dini hari, yang ditetapkan melalui Keputusan KPU Nomor 987/PL.01.8-KPT/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019.
Partai yang mengalami peningkatan paling signifikan di antara yang lain adalah Partai Nasdem. Pada Pemilu 2019, partai besutan Surya Paloh ini mendapat suara sebanyak 12.661.792 suara (9,05 persen). Sementara pada Pemilu 2014 partai ini hanya memperoleh dukungan 8.402.812 suara (6,72 persen). Dari angka-angka tersebut, terlihat Partai Nasdem mengalami peningkatan suara sebanyak 2,33 persen atau 4.258.980 suara. Berikut partai yang mengalami lonjakan suara paling signifikan, berdasarkan peringkat:
- Pemilu 2014: 8.402.812 suara (6,72 persen)
- Pemilu 2019: 12.661.792 suara (9,05 persen) (Meningkat 4.258.980 suara atau meningkat 2,33 persen)
Melihat raihan tersebut, tak berlebihan rasanya jika Pemilu Legislatif (Pileg) 2019 secara tidak langsung dimiliki oleh Partai NasDem. Hal itu dinilai karena Partai NasDem menjadi salah satu partai dengan peningkatan elektoral paling signifikan dari Pileg 2014 jika dibandingkan dengan partai lain.
Setidaknya ada empat faktor yang membuat NasDem mampu meraih hasil mengesankan dalam Pileg 2019. Ketiga faktor itu ialah:
- Penempatan isu politik tanpa mahar
- Penentuan caleg tiap dapil
- serta konsistensi NasDem membangun citra sebagai partai yang konsisten mendukung pemerintahan Jokowi.
- Kepemilikan Media
1. Penempatan Isu Politik tanpa mahar
Partai NasDem mempunyai slogan 'Politik Tanpa Mahar' yang menjadi haluan dalam berpolitik di Indonesia. Kalimat itu ternyata mempunyai makna mendalam, terutama menjadi perhatian tersendiri bagi calon pemilih. Dengan ini, NasDem seolah menanamkan benaknya di hati calon pemilih bahwa 'plotik mampu bersinar tanpa adanya mahar'
2. Penentuan Caleg tiap dapil
NasDem memang sejak awal terlihat serius untuk memenangi Pileg 2019. Hal itu terlihat dengan pemilihan caleg-caleg berkualitas untuk bertarung di tiap-tiap dapil. NasDem pun mengusung caleg yang berpotensi besar menang di tiap dapil. Dari 575 caleg DPR yang diusung Nasdem, 50 caleg di antaranya petahana. Artinya, mereka ialah orang yang telah dipilih pada Pemilu 2014. Sebanyak 15 dan 50 caleg petahana itu juga berasal dari partai lain. Nasdem mendapat setidaknya 7 caleg petahana dari Hanura, partai yang dilanda konflik internal awal tahun lalu. Selain itu, sejumlah mantan kepala daerah juga maju sebagai caleg dari Nasdem.
3. Konsistensi NasDem membangun citra sebagai partai yang konsisten mendukung pemerintahaN Jokowi.
NasDem yang sejak awal menjadikan Jokowi sebagai brand yang terus dijaga oleh NasDem sejak awal. NasDem sama sekali tidak khawatir mengusung Jokowi meskipun berisiko suara pemilih disedot oleh PDIP.
4. Kemampuan 'Berkampanye' melalui Media
Menurut telaah Adstensity, platform monitoring iklan televisi, Nasdem menggelontorkan setidaknya Rp31,88 miliar untuk belanja iklan. Selain itu, Nasdem didirikan dan diketuai Surya Paloh, pengusaha pemilik jaringan media Media Group. Merlyna Lim menuliskan dalam "The League of Thirteen Media Concentration in Indonesia" (2012) bahwa setelah Nasdem didirikan sampai jelang Pemilu 2014, Surya Paloh memanfaatkan Metro TV, televisi yang juga anggota Media Group. Di masa yang sama, Aburizal Bakrie (Ketua Umum Golkar 2009-2016), juga melakukan hal serupa menggunakan TV One, stasiun televisi miliknya. Lim menyebutkan hal itu membuat kontrol politik oleh media tidak proporsional. Media juga menjadi ruang perdebatan yang tidak berguna.
Sebab Nasdem mendukung Jokowi, Ross Tapsell menuliskan dalam "Indonesia's Media Oligarchy and Jokowi Phenomenon" (2015) bahwa Metro TV secara eksplisit mendukung kampanye Jokowi, membuntuti ke manapun Jokowi pergi dan seringkali menyerang Prabowo.
Peneliti media di Remotivi, Roy Thaniago, menganalisis headline koran Media Indonesia edisi 26 Februari 2019 hingga 26 Maret 2019. Analisisnya menunjukkan bahwa sikap partisan masih ditunjukkan media tersebut. Lebih dari separuh isi headline Media Indonesia selama periode yang dianalisis Roy melulu berbicara tentang program pemerintah, survei yang memenangkan Jokowi-Ma’ruf, kecemerlangan Ma’ruf dalam debat, atau kegiatan Jokowi. Dari total 48 berita, tercatat ada 18 berita positif bagi Jokowi dan 1 berita negatif bagi Prabowo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar