Pemilihan Umum (Pemilu)1996 di Amerika Serikat memberikan pelajaran penting bagi bidang komunikasi politik di dunia saat Bill Clinton kembali terpilih sebagai presiden untuk periode ke dua kalinya dari Partai Demokrat, setelah berhasil mengalahkan calon Partai Republik, Bob Dole. Beberapa riset menyebutkan bahwa Bill Clinton berhasil memenangkan kursi kepresidenan karena menggarap pemilih perempuan. Kesuksesan itu juga terjadi pada pemilu 1997 di Inggris. Tony Blair memenangkan pemilu sebagai pemimpin Partai Buruh. Partai Buruh melihat bahwa mayoritas suara mengambang adalah suara perempuan, kemudian dimanfaatkan dengan baik dengan berbagai strategi dan kampanye yang pro-perempuan.
Pada pemilihan presiden tahun 1996 di Amerika Serikat, Clinton dan tim sukses melakukan riset dan analisa terhadap suara perempuan, bahwa perempuan belum terwakili dengan baik dalam politik dan untuk memenangkan pemilu suara perempuan sangat menentukan. Clinton menjadi kandidat yang menarik bagi perempuan. Dengan gaya dan presentasinya yang terorganisir dan melibatkan perempuan di tim utama. Kebijakan yang dikampanyekan tertuang dalam sebuah visi “a better America for our children”. Untuk memperkuat itu, relasi dengan media juga dilakukan dengan serius.
Kunci kemenangan Clinton adalah pada isu-isu kampanye yang diangkat dekat dengan kehidupan perempuan. Secara umum, banyak isu penting baik untuk laki-laki maupun perempuan, misalnya: isu ekonomi, pendidikan, kesehatan, kejahatan, dan sebagainya. Partai Demokrat mengadakan sesi “at the table” di seluruh Negara bagian danmengajak kelompok perempuan mendiskusikan prioritas dan kebutuhan mereka. Pollster Partai Demokrat menggambarkan sebuah tren dari pemilih perempuan yang telah diobservasi seperti “I can imagine myself needing the safety net at some time for my family”. Sedangkan pemilih laki-laki membuat statemen seperti “just leave me alone”. Perempuan memandang bahwa keringanan pajak menjadi kurang penting dibandingkan memastikan keamanan (Page, 1996).
Gambaran kampanye Partai Demokrat pada Pemilu 1996 yaitu:(1) program “get out the vote” dimana tergetnya perempuan dalam 50 wilayah. (2) melakukan briefing kepada pemimpin perempuan dalam isu ekonomi, lingkungan, pendidikan, dan kejahatan. (3) pemerintah membayar tujuh staf di gedung putihuntuk inisiatif dan menjangkau perempuan. (4) lebih dari 500 kelompok relawanatau “table group” secaranasional dipimpin oleh AlGore, Hillary Clinton, Tipper Gore, dan lain lain. (5) program“what I want the president to know” oleh kelompok relawan. (6) Clinton mengkampanyekan bahwa perempuan mempunyai suara di white house (gedung putih).Di sisi lain, kandidat dari Partai Republik Bob Dolejuga bermaksud mengambil suara perempuan dan kemudian menyarankan istrinya Elisabeth untuk berdebat dengan Hillary Clinton. Pollster dari Partai Republika, Kellyanne Fitzpatrick, mengatakan bahwa Dole gagal untuk memproyeksikan citra visual kepada perempuan karena terlalu sering dikeliling laki-laki.
Kesimpulan dari pengalaman Partai Demokrat di Amerika bahwa perempuan tidak memahami topik utama dalam politik nasional, akan tetapi perempuan berpikir pada isu-isu penting yang seringkali hilang dari perdebatan yang selama ini dilakukan oleh politisi. Sementara agenda politik gagal untuk mengatasi masalah atau kepentingan perempuan, padahal perempuan pada populasi yang lebih besar dan menjadi suara penting untuk kemenangan.
Referensi tambahan:
-Hidayatul Ummah, Athik. (2019). Pemasaran Politik dan Kelompok Kepentingan: Memperjuangkan Isu-Isu Gender dalam Pemilu. Jurnal Tasamuh Volume 16, No. 2, Juni 2019.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar