Kamis, 16 Juli 2020

Panggung Pencitraan Dan Tantangan Demokrasi Di Tengah Pandemi Covid-19 (Webinar Universitas Mercu Buana 20 Juni 2020)



Narasumber : 
1. Plt. Dirjen politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar. 
2. Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi
3. Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar
4.Dosen Ilmu Komunikasi Politik, Universitas Mercu Buana (UMB), Heri Budianto
_________________________________________________________________________________
  • Pilkada Serentak 2020 Diharapkan Lahirkan Pemimpin Kritis Hadapi Kondisi Krisis- Plt. Dirjen politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar

Plt. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum  yang juga Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri, Bahtiar mengatakan, Pilkada Serentak Tahun 2020 diharapkan mampu melahirkan pemimpin kritis yang mampu menghadapi kondisi krisis. Hal itu dikatakannya saat menjadi Narasumber dalam webinar yang bertajuk "Panggung Pencitraan dan Tantangan Demokrasi ditengah Pandemi Covid-19" yang diselenggarakan Pascasarjana Universitas Mercu Buana, Jakarta, Sabtu (20/06/2020).

"Justru pandemi ini, terutama untuk 270 daerah itu, diharapkan mendapatkan pemimpin terbaik, pemimpin kritis yang memimpin dalam kondisi krisis, bukan pemimpin biasa, karena kondisinya berbeda," kata Bahtiar.

Ditambahkan, tidak banyak pemimpin yang dapat menghadapi situasi krisis dan membawa optimisme di tengah masyarakat.

"Pemimpin di keadaan krisis itu luar biasa, pemimpin yang banyak galau dan suka baper justru tidak cocok memimpin disaat krisis, karena disaat krisis, pemimpin harus memberikan kepastian, semangat, optimisme, supaya masyarakat tidak larut dalam keadaan itu," ujarnya.

Dilaksanakannya Pilkada Serentak Tahun 2020 yang merupakan sebuah tatanan kenormalan baru dalam kehidupan politik dan berdemokrasi itu juga diharapkan mampu membangkitkan optimisme dan kepercayaan diri masyarakat untuk bergerak bersama mengahadapi kenormalan baru dengan dilengkapi pemahaman ilmu pengetahuan dan protokol kesehatan yang ketat.

"Justru kita hendak menjadikan Pilkada Serentak 2020 ini adalah instrumen atau alat untuk negara kita bangkit, supaya masyarakat kita mulai percaya diri lagi, kita harus bergerak kembali, tentu harus dibekali ilmu pengetahuan dan protokol kesehatan yang ketat," tuturnya.

"Kebijakan Pilkada dilanjutkan tahun 2020 bukanlah kebijakan yang berdiri sendiri, jadi jangan  dipandang sekadar memilih pemimpin tetapi bagian dari aktivitas sosial kemasyarakatan, kebangsaan, kenegaraan kita dan bagian dari tatanan kenormalan batu kehidupan berdemokrasi," pungkasnya.

Selain dihadiri Bahtiar, dalam webinar tersebut juga turut dihadiri sejumlah narasumber lain yakni; Komisioner KPU RI Divisi Sosialisasi, pendidikan pemilih, dan partisipasi masyarakat, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi; Anggota Bawaslu RI, Fritz Edward Siregar; dan Dosen Komunikasi Politik Universitas Mercu Buana, Heri Budianto.


  • KPU Dorong Pemanfaatan Teknologi Digital Pada Tahapan Pilkada 2020- Komisioner KPU, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi


Pemanfaatan teknologi digital untuk melaksanakan tahapan-tahapan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak 2020 didorong oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk diatur di dalam Peraturan KPU (PKPU).

Hal itu disampaikan Komisioner KPU Pusat, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi dalam diskusi daring yang digelar Universitas Mercu Buana bertajuk "Panggung Pencitraan dan Tantangan Demokrasi di Tengah Pandemi Covid-19", Sabtu, 20/6/20.

"Materi tentang digitalisasi penyelenggarana pemilu di era pandemik, berdasarkan situasi yang ada dan perkembangan terkahir, kami sedang menyiapakan satu PKPU tentang pemilihan kepala daerah dalam masa bencana non alam pandemi Covid-19," ujar I Dewa Kade.

Dalam penjelasannya, mantan Ketua Bawaslu Provinsi Bali itu menyebutkan sejumlah tahapan yang bisa memanfaatkan teknologi digital.

Diantaranya tahapan pembentukan dan tata kerja PPK, PPS, KPPS, dan PPDP; pemutakhiran data dan penyusunan daftar pemilih dan pencalonan; kampanye; pelaporan dana kampanye; pemungutan dan perhitungan suara; rekapitusali hasil suara dan penetapan; serta sosilisasi pendidikan pemilih dan partisipasi masyarakat.

"KPU dalam sejumlah tahapan mengambil penerapannya dengan protokol kesehatan dan penerapan tekhnologi informasi," sambungnya.

Lebih lanjut, I Dewa Kade mengatakan bahwa sejumlah tahapan itu bukan tidak mungkin untuk tetap dilaksanakan secara tatap muka. Kendati begitu, dia memastikan dalam implementasinya nanti akan mengutamakan penerapan protokol pencegahan penularan Covid-19 yang ketat.

"Setelah menerima masukan dari banyak pihak, kami mengadopsi ketentuan-ketentuan ini selama sesuai. Khusus PKPU bencana, mudah-mudahan jika tidak ada kendala hari Senin akan dilaksanakan konsultasi di DPR, yang kemudian terkait dengan bagaiamana pemanfaatan alat digital, media daring dan sebagainya," demikian I Dewa Kade menambahkan.

  • Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar

Kritik penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 di tengah pandemik virus corona baru atau Covid-19 masih terus bermunculan.

Bahkan belum lama ini, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mendapati pernyataan publik yang menganggap pilkada kali ini akan lebih ribet ketimbang sebelum-sebelumnya.

Dalam diskusi daring yang digelar Universitas Mercu Buana bertajuk “Panggung Pencitraan dan Tantangan Demokrasi di Tengah Pandemi Covid-19”, anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar menanggapi hal tersebut.

“Mungkin ada beberapa orang yang mengatakan bahwa ini pilkada ribet. Bagaimana kalau kita kembali pemilihan Pilkada dalam konsep yang dipilih oleh anggota DPRD? Kita mundur ke belakang, kembali,” ujar Fritz, Sabtu (20/6).

Perdebatan penyelenggaraan pilkada ini, menurut Fritz, memang memiliki banyak pandangan dengan berbagai macam dasar hukum. Namun, jika ketetapan saat ini dianggap ribet oleh masyarakat, maka mau tidak mau sejarah akan berulang.

Karena ia juga menemukan pendapat masyarakat yang menganggap pilkada lewat DPRD tidak demokratis, karena dimungkinkan akan ada kongkalikong antar partai politik.

“Kalau begitu kita kembali lagi ke masa-masa sebelumnya, di mana pemerintah daerah itu ditentukan oleh pemerintah pusat kepada siapa yang mau menjadi kepala daerah,” ungkapnya.

Dengan demikian, Fritz mengajak semua pihak mensukseskan pilkada serentak 2020 yang akan berlangsung di 270 daerah.

Sekarang merupakan ujian demokrasi bagi kita semua, bagaimana kita tetap melangkah dalam rencana konstitusional. Kita telah melakukan perubahan-perubahan dan tetap melaksanakan agenda nasional,” tuturnya.

“Tentu kita semua tidak mau kembali kepada itu,” demikian Fritz Edward Siregar menambahkan


  • Dosen Ilmu Komunikasi Politik, Universitas Mercu Buana (UMB), Heri Budianto 

Sosialisasi dan narasi mendukung pelaksanaan Pilkada Serentak di 270 Kabupaten/kota dan Provinsi secara masif harus segera dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) bersama peserta Pilkada dan Pemerintah. 

Masyarakat sudah mulai harus mendapat sosialisasi dan informasi bahwa Pilkada serentak Tahun 2020 dilaksanakan Rabu, 9 Desember 2020.

"Kita harus bersama-sama mendorong masyarakat membangun awareness yang secara psikologi ketakutan ada ancaman kesehatan sudah mulai harus memberikan informasi atau sosialisasi yang masif terhadap pilkada, sehingga secara psikologis ada pemecahan konsentrasi massa atau masyarakat bahwa pilkada dilaksanakan sacara serentak, terutama di wilayah 270," kata Dosen Ilmu Komunikasi Politik, Universitas Mercu Buana (UMB), Heri Budianto pada Webinar Panggung Pencitraan dan Tantangan Demokrasi ditengah Pandemi Covid-19, Sabtu (20/06/2220) di Jakarta.

Menurut Heri Budianto, KPU juga harus update information terkait dengan status suatu wilayah misalnya Sulawesi Selatan kurvanya mengalami peningkatan, kemudian Jawa Timur, juga misalnya di kalimantan Selatan. Tidak bisa disamakan situasi dan kondisi yang menyerang suatu wilayah dengan satu mekanisme atau protokol kesehatan yang diterapkan dalam wilayah tersebut. 

Tidak ada komentar:

Not the Destiny Line